Menulis Tidak Semudah yang Mereka Pikirkan

Ilustrasi penulis.
Sumber :
  • http://ciomasonline.com

VIVA.co.id – Kembali kutuliskan sebuah cerita yang bertemakan tentang diriku. Dengan kata-kata yang tidak indah, namun masih bisa dibaca. Harapanku cuma satu, menemukan keunggulanku dan meraih sukses sebagai seorang penulis.

Anies Baswedan Ungkap Alasan Khusus Kerap Mengenakan Kemeja Putih

Setiap kata-kata yang kurangkai akan menjadi sebuah perjuangan agar aku bisa meraih kesuksesan. Persetan dengan kritikan yang selalu mengatakan, “Ini orang enggak ada bosan-bosannya ya nulis cerita kayak begini terus?”.

Aku tidak memiliki keunggulan, bahkan bakat dalam menulis. Namun, aku memiliki motivasi dan inspirasi dalam menulis. Walaupun mungkin tidak ada yang termotivasi dan terinspirasi dengan ceritaku. Di setiap cerita yang aku tulis, hampir selalu ada kritikan yang tidak mengenakkan untuk dibaca dan didengar.

Misi Mulia Bantu Anak-anak Buta Huruf, Eko Cahyono Dirikan Perpustakaan Gratis

Sebagai seorang yang selalu berusaha dan berjuang walaupun hidup dalam kesederhanaan, tapi mungkin kritikan itu bisa menyiutkan tekadku untuk selalu berusaha dan berjuang. Bisa saja aku menyerah di tengah jalan ataupun di awal jalan. Kecil peluangku untuk bisa meraih keunggulan dan kesuksesanku, jika dilihat dari apa yang aku punya saat ini. Tapi jika dilihat dari semua yang sudah aku lakukan, besar peluangku walaupun tidak banyak orang yang mau mendukungku.

Beberapa di antaranya hanya mengatakan, “Selamat berjuang, Penulis!”. Tapi di balik itu, banyak yang mengatakan, “Semoga sukses dan bisa dikenal banyak orang”. Apakah menurutmu itu adalah sebuah doa dan dukungan? Bagiku tidak. Bagiku itu adalah sebuah hinaan.

Kemampuan Menulis Pegawai Ditingkatkan

Memang kedengarannya seperti sebuah doa bahkan dukungan, tapi di lubuk hati yang terdalam, sebenarnya itu adalah sebuah ketidakpastian yang tidak akan pernah terjadi di masa depan. Pesimis? Oh tidak. Di dalam kamusku tidak ada kata “pesimis”. Tapi kata “optimis” pun juga tidak ada. Yang ada hanyalah kata “berjuang” dan “berusaha”. Walaupun selama ini aku belum menemukan hasilnya.

Uang yang kudapatkan bukanlah hasil, itu adalah bayaran atas apa yang selama ini telah aku lakukan. Berusaha selama berminggu-minggu dan bahkan sampai berbulan-bulan, namun habisnya hanya dalam waktu hitungan menit. Kuterima bayaranku dengan lapang dada. Sama seperti ketika aku mendapatkan kritikan yang pedas. Kuterima dengan lapang dada dan kupasrahkan semuanya kepada yang Maha Kuasa.

Padahal menulis bukan semudah yang mereka pikirkan. Aku harus mencari ide dan topik yang menarik untuk menulis. Mungkin mereka yang mengkritik dan tidak suka akan ceritaku adalah orang yang tidak pernah mengalami yang namanya hidup dalam kesusahan. Menulis itu tidak mudah seperti layaknya seorang anak meminta uang pada orangtuanya untuk membeli pulsa agar bisa menelepon pacarnya.

Sudah hampir 3 tahun aku disibukkan dengan aktivitas dan rutinitas sebagai penulis bayangan dan blogger. Sudah banyak aku mendapatkan kritikan yang tidak mengenakkan. Namanya juga selera orang, pasti berbeda-beda. Ada yang inginnya begini, ada juga yang inginnya begitu. Seperti salah satu lirik pada lagu opening anime Doraemon, “Aku ingin begini, aku ingin begitu”.

Mereka yang memberikan dukungan padaku dengan tulus dan ikhlas hanya beberapa orang saja. Sedangkan mereka yang memberikan dukungan padaku hanya karena kasihan, jauh lebih banyak. Mungkin kalian yang membaca tulisanku akan berpikir, “Siapa sih nih orang? Enggak jelas banget. Mau dikasihani ya?”.

Mungkin sekarang orang-orang belum mengenal seorang pemuda yang bernama Ridho Adha Arie. Namun suatu saat, aku yakin orang-orang akan mengenalnya. Berharap bisa terkenal, itu hanya dua persen dari keinginanku. Sedang 98 persen sisanya, aku ingin terus bercerita dan berkarya dengan apa yang aku bisa. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya