Roro Kecil yang Ingin Bisa Melihat

Bantuan untuk Roro.
Sumber :

VIVA.co.id – Mata yang bersinar itu kini hilang cahayanya. Rini, sang ibu tak pernah menyangka karena ketidaktahuannya akan dunia medis mengakibatkan mata anaknya Robiah Adawiyah atau sering dipanggil Roro, yang kini berusia tiga tahun harus mengalami penyakit langka saat usianya masih bayi.

Viral Alquran Dilempar Petugas saat Eksekusi Rumah Yatim Piatu

Dari awal kelahirannya, Roro memang anak yang spesial. Rini mengandungnya hanya sampai usia tujuh bulan, berbeda dengan kedua kakaknya yang lahir normal. Karena terlahir prematur, maka tak heran Roro nampak sangat kecil. Beratnya hanya 1.3 kg dan sampai usia tiga bulan mata Roro tak mampu terbuka. Namun keajaiban Roro lahir ke dunia, membuat Rini yakin bahwa anaknya baik-baik saja. Ditambah dia tak pernah absen datang ke Posyandu untuk mengecek perkembangan kesehatan Roro.

Pada saat usia tiga bulan, Roro kecil yang sudah mulai membuka mata itu mendadak menangis tak kunjung berhenti, karena ada sesuatu yang aneh di matanya. Tak pikir panjang, Rini dan suaminya yang hanya bekerja serabutan pun langsung membawanya ke bidan. Karena fasilitas medis di kampungnya, di Cisarua RT 01 RW 06, Giri Jaya, Sukabumi hanya ada bidan saja.

Pergilah Dinda Cintaku

Menurut bidan, tak ada masalah di mata Roro. Dia hanya mengalami sakit mata. Dengan pengetahuannya, bidan pun memberikan obat yang harus dikonsumsi Roro. Tak dinyana, beberapa hari setelahnya, mata kecilnya yang baru saja mampu menatap dunia itu tiba-tiba pecah. Terdengar suara letupan kecil dari mata sebelah kanannya.

Roro tak berhenti menjerit-jerit. Rini panik dan segeralah dia menuju Rumah Sakit Umum yang buka 24 jam. Jaraknya sangat jauh dari desanya. Sesampainya di sana, diperiksalah Roro oleh dokter umum. Sungguh kaget, bukannya mendapatkan obat Rini malah dimarahi oleh dokter tersebut. Menurut dokter, kondisi Roro sudah sangat terlambat. Harusnya sudah dari dulu Roro dibawa ke rumah sakit.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Pilu rasa hati Rini dan suami. Dia merasa sudah melakukan yang terbaik untuk putri bungsunya itu. “Saya kan orang kampung, tidak tahu apa-apa. Saya sering membawa Roro ke Posyandu untuk diperiksa, tapi kata bidan di sana Roro tidak kenapa-kenapa. Jadi saya tidak memeriksanya ke rumah sakit. Lagi pula saya juga tidak punya uang untuk ke rumah sakit,” ungkap Rini.

Vonis dokter untuk Roro dari Dr. Yana, ahli spesialis mata, diketahui bahwa Roro mengidap glaukoma. Glaukoma adalah penyakit mata dimana tekanan cairan dalam bola mata menjadi terlalu tinggi. Sehingga merusak serat lembut saraf optik yang membawa sinyal penglihatan dari mata ke otak.

Kerusakan ini tidak dapat disembuhkan dan dapat menyebabkan kebutaan pada tahapan yang parah. Dan yang diidap oleh Roro adalah glaukoma kongenital atau disebut juga glaukoma infantil primer, terjadi pada bayi dan anak-anak yang masih kecil. Kelainan ini hanya bisa mengenai satu mata dengan persentase 40 persen anak, atau kedua mata dengan persentase 60 persen anak. Kelainan ini disebut kelainan primer karena tidak disebabkan oleh kelainan yang lain.

Karena hal itu, pada usia lima bulan Roro pun dioperasi di Rumah Sakit wilayah Sekarwangi Cibadak. Di tengah doanya Rini bermunajat kepada Sang Maha Pencipta untuk kesembuhan putri kecilnya. “Saya berharap Robiah bisa melihat lagi. Saya ingin dia seperti anak lainnya, masa depan dia masih panjang. Saya ingin putri saya sekolah,” harapnya.

Namun harapannya tak lantas dijawab dengan berita bahagia. Dr. Yana yang menangani Roro mengajaknya untuk berpasrah diri kepada Yang Kuasa. Karena menurut beliau, operasi dilakukan bukan untuk membuat Roro melihat tapi untuk mengurangi gelembung balon dan kelebihan cairan.

Namun Rini bahagia melihat kondisi Roro yang mulai membaik pasca operasi. Dimana bola matanya yang sebesar telur ayam berubah menjadi kecil. Meski masih sangat menyesakkan hatinya karena mata sebelah kanannya kempes akibat pecah. Di lain sisi, pasca operasi membuat Roro mengalami infeksi kulit, yakni ada sepuluh benjolan di muka dan kepala. Tingkah laku Roro pun aneh, tidak mau pakai baju dan inginnya tidur di lantai saja. Namun Rini yakin anaknya dapat sembuh.

“Dokter itu bukan Allah, saya yakin Robiah akan melihat,” kata Rini. Optimisme Rini sungguh beralasan. Dia ingin anaknya nomal, karena kondisi Roro yang berbeda dengan teman-temannya mengakibatkan dia sering mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari mereka.

Teman-temannya seringkali mengejek Roro. Saat mereka mulai mengejek, maka Roro pun lekas mengajak Rini pulang dan dengan hati yang tegar Rini pun menguatkan putrinya yang suka membaca salawat ini. “Jangan didengar ya sayang,” ucap Rini menguatkan. “Mah, Roro ingin lihat Mamah. Kapan Mamah membelikan Roro mata biar Roro bisa lihat Mamah,” ungkapnya penuh harap.

Menurut dokter, Roro bisa melihat asal ada donor mata yang cocok untuknya. Hal itu yang sedikit melegakan Rini, meski harapan itu setipis benang. Karena jangankan untuk operasi donor, untuk kontrol kembali ke rumah sakit pun dia sudah kehabisan biaya. Bahkan terakhir kontrol pada September 2016.

“Saya berharap kepada pihak Pemerintah, Presiden Jokowi, dan donatur untuk bisa membantu anak saya supaya dia bisa melihat. Untuk bisa melihat, Roro butuh cangkok mata/donor mata. Jika tidak bisa, saya berharap pihak Pemerintah dan donatur bisa membantu Roro supaya bisa sekolah. Di kampung kami tidak ada sekolah yang dikhususkan untuk Roro,” ujar Rini.

Takdir mempertemukan Rumah Yatim dan Roro. Maka Rumah Yatim pun mengajak kepada masyarakat yang seluas-luasnya agar membantu Roro memberikan bantuan untuknya. Baik itu biaya pengobatan, donor mata ataupun mata ilmu. Agar Roro dapat mengenyam pendidikan seperti anak-anak seumurannya kelak. (Tulisan ini dikirim oleh Sinta Guslia)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya