Guru juga Harus Rajin Membaca

Guru-guru SMPN 3 Lamongan sedang melakukan kegiatan membaca.
Sumber :

VIVA.co.id – Sejak ditetapkannya Gerakan Literasi Sekolah sebagai gerakan baca untuk seluruh sekolah di Indonesia, setiap sekolah berlomba-lomba menerapkan budaya baca. Hasil sebuah survei yang dilakukan Central Connecticut State University di New Britain yang bekerja sama dengan sejumlah peneliti sosial menempatkan Indonesia di peringkat 60 dari 61 negara terkait minat baca.

Pergilah Dinda Cintaku

Menurut survei yang dilakukan sejak 2003 hingga 2014 itu, Indonesia hanya unggul dari Bostwana yang puas di posisi 61. Sedangkan Thailand berada satu tingkat di atas Indonesia, di posisi 59. Hasil survei ini tampaknya membuat gerah Pemerintah. Sehingga setiap sekolah saat ini diwajibkan untuk mulai menerapkan budaya baca.

Namun sayangnya, kewajiban untuk rajin membaca ini hanya diperuntukkan bagi siswa saja. Tapi ini tidak berlaku bagi SMPN 3 Lamongan. Digagas oleh kepala sekolah sebelumnya yang dulu pernah menjabat di SMPN 3 Lamongan, Yayuk Setya Rahayu, ia memiliki ide bahwa kewajiban membaca buku tidak hanya untuk siswa namun guru pun harus rajin membaca pula, sehingga bisa menjadi model bagi siswanya.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Melalui Program Siswa Guru Gemar Membaca (Sigema), baik siswa maupun guru di SMPN 3 Lamongan wajib membaca buku setiap hari. Menurut Duryat SPd, Wakil Kepala SMPN 3 Lamongan, kegiatan ini mulai diterapkan di sekolah sejak 9 November 2015 setelah kepala sekolah dan guru mengikuti pelatihan modul 2 oleh Usaid Prioritas. Dimana di dalamnya terdapat materi pelatihan tentang budaya baca di sekolah.

Kegiatan diawali dengan pertemuan bersama komite sekolah untuk membicarakan tentang rencana kegiatan budaya baca Sigema. Selanjutnya, disosialisasikan kepada staf guru dan administrasi sekolah serta orangtua siswa.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Kegiatan ini pun didukung, kemudian ditindaklanjuti dengan adanya sudut baca di 30 kelas yang ada, ruang guru, ruang tata usaha, dan ruang kepala sekolah. Selain dari dana BOS dan bantuan Usaid Prioritas, koleksi buku di sudut baca juga diperoleh dari sumbangan peserta didik.

“Kami mengomunikasikan program budaya baca kepada paguyuban kelas sehingga mereka turut berpartisipasi dengan menyumbang buku dan rak buku,” imbuh Duryat. Nah, sebagai kelanjutan membaca senyap sebelum pelajaran dimulai, siswa dan guru wajib membaca buku setiap hari selama 15 menit dan merangkum isi buku di jurnal membaca. Setiap siswa dan guru masing-masing menerima satu jurnal membaca.

Kegiatan merangkum ini dilaksanakan setiap hari yang nanti diarahkan untuk membuat tulisan di majalah sekolah. “Jangan menuntut siswa harus rajin membaca bila gurunya tak suka membaca. Guru adalah model bagi siswanya,” sambungnya. Bentuk dukungan sekolah untuk meningkatkan keterampilan menulis siswa dan guru adalah dengan menggelar pelatihan jurnalistik selama tiga hari. Guru harus dibekali materi jurnalistik karena akan mendampingi dan melatih siswa pula.

Hasil dari kegiatan ini, kini sekolah ini telah memiliki majalah sekolah dimana penulisnya adalah guru dan siswa. Selain itu, program budaya baca di SMPN 3 Lamongan diwujudkan dalam bentuk lomba jurnal atau rangkuman setelah siswa membaca. Jurnal membaca ini secara berkala dicek oleh guru, petugas perpustakaan, dan wali kelas. (Tulisan ini dikirim oleh Dian Kusuma Dewi, Sidoarjo)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya