Mahasiswa Vs Penguasa yang Cenderung Koruptif

Ilustrasi suap.
Sumber :
  • http://www.blogpakihsati.com

VIVA.co.id – Kata korupsi bukan lagi hal yang tabu bagi kita sebagai warga negara Indonesia. Ini merupakan salah satu permasalahan ekonomi dalam negara. Mulai dari penggelapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), sampai dengan memperbesar jumlah anggaran yang nyatanya di luar daripada perencanaan sebuah daerah.

Pemkab OKU Timur Sabet Opini WTP ke-12, Bupati Lanosin: Alhamdulillah

Tindakan seperti ini tentunya melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Dan saya pribadi berpendapat bahwa tindakan korupsi merupakan pembunuh nomor dua dalam negeri setelah narkoba. Meski perlahan, namun itu pasti. Rakyat miskin akan menjadi semakin miskin karena tunjangan yang seharusnya disalurkan malah dikorupsi. Masih banyak lagi dampak buruk dari tindakan korupsi yang juga tentunya merugikan bangsa dan negara.

Permasalahan ini sepertinya tidak bisa teratasi sebelum pemerintah mengeluarkan undang-undang hukuman mati bagi pelaku korupsi. Tahun 2015, di bawah pemerintahan Jokowi mengantarkan negara Indonesia ke posisi 88 dengan poin 36 dalam kategori negara terkorup di dunia berdasarkan Corruption Perception Index (CPI). Ini lebih baik jika dibandingkan dari tahun sebelumnya. Yang mana Indonesia berada pada posisi 107 dengan poin 34.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Melalui tulisan ini, saya hanya ingin mengingatkan khususnya kepada mahasiswa yang notabene sebagai agent of change dan social control dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan akan selalu menjadi kekuatan yang sangat besar dalam membongkar kegiatan-kegiatan penguasa yang cenderung koruptif dan kolutif.

Mochtar Lubis, salah satu jurnalis sekaligus pengarang ternama di Indonesia mengatakan bahwa komitmen mahasiswa terhadap kehidupan sosial adalah suatu keharusan. Itu berarti, partisipasi politik mahasiswa membawa dampak yang sangat besar dalam upaya perlawanan terhadap penguasa yang menyimpang. Itu terbukti pada masa orde baru, yang mana mahasiswa mampu menggulingkan rezim Soeharto yang represif dan otoriter dalam membungkam kehidupan demokrasi.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Maka dari itu, untuk melahirkan demokrasi yang sehat, memberdayakan rakyat sebagai pengendali kekuasaan, itu tak lepas dari partisipasi politik mahasiswa dalam wujud demonstrasi yang menyuarakan nilai-nilai abadi. Menurut pemikir Prancis, Julien Benda, bahwa nilai-nilai abadi itu adalah kebenaran, keadilan, dan rasionalitas. Sehingga ketika ada penguasa yang jauh dari nilai-nilai abadi tadi, maka penguasa tersebut akan diasingkan rakyatnya sendiri.

Terlepas dari itu, masalah korupsi bukan masalah kecil yang sama sekali tidak membawa dampak apa-apa ketika kita mengabaikannya. Karena sesungguhnya titik ujung dari tindakan korupsi adalah kleptokrasi, yang berarti pemerintahan para pencuri. Pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Saya pikir kita semua tidak menginginkan hal itu terjadi. Jadi, tunggu apa lagi? Menunggu perubahan atau menciptakan perubahan? Salam pergerakan! (Tulisan ini dikirim oleh Renaldi Effendi, PMII Sastra UMI, Makassar)

Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie

Pemkot Tangsel Raih Opini WTP 12 Kali Berturut, Benyamin: Kami Selalu Bertekad Pertahankannya

Pencapaian Opini WTP Pemkot Tangsel ini yang ketiga di bawah kepemimpinan Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan.

img_title
VIVA.co.id
8 Mei 2024