Pertemuan Singkat Dengannya

Ayah dan anak.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Empat tahun yang singkat, bahkan sangat singkat. Singkat tanpa bisa mengingat, tanpa bisa aku rasakan bagaimana hangat pelukannya. Sangat singkat tanpa mengucapkan kata perpisahan.

Salmafina Sunan Ikut Rayakan Idul Fitri, Langsung Didoakan Kembali Peluk Islam

Dia pergi begitu cepat, di usia 38 tahun. Dia pergi meninggalkan istri dan anak-anaknya. Ayah, begitu kami memanggilnya. Saat itu aku masih berusia empat tahun. Masih sangat kecil bukan? Bahkan aku belum mengerti apa artinya kehilangan.

Tapi aku masih ingat tubuh gemuk dan mata sipitnya. Aku masih mengingat samar-samar suara tegasnya memanggilku. Siapa tak kenal ayahku? Dari ujung desa ke desa yang lainnya semua kenal. Bagiku dia hebat. Bukan hanya karena banyak dikenal, tapi karena sifat baiknya yang luar biasa.

Anak Ini Tiba-tiba Ajak Ayahnya Puasa, Endingnya Jadi Muslim

Minuman favoritku dan ayah adalah teh dalam kemasan. Aku masih mengingatnya sangat jelas percakapan kami, “De, Ayah boleh minta tehnya?” ungkap ayah. Dan aku menjawabnya, “Jangan Ayah, ini tidak baik. Nanti Ayah sakit minum ini.” Dan semua yang mendengarnya pun tertawa. Sangat sederhana, tapi itu adalah kenangan penuh kebahagian yang luar biasa untukku.

Aku juga masih ingat obrolan yang membuat aku merasa menyesal sampai sekarang. Saat itu dia sudah sakit. Ayah menderita kanker darah dan ditambah penyakit dalam akibat bahan kimia yang sering dihirupnya.

Polisi Tembak Mati Pria yang Bunuh Ayah dan Ibu Kandungnya di Mamasa

Ayahku adalah seorang fotografer. Jika sekarang kita ingin mencetak foto bisa lewat komputer, tapi dahulu dia mencetaknya di kamar gelap( sebutan ruangan yang khusus untuk mencetak foto) dan tentunya menggunakan campuran bahan kimia.

“De, tolong ambilkan ayah bantal, ayah mau tidur di sini.” Mungkin itulah obrolan terakhir kami. Karena beberapa hari kemudian, ayah pergi untuk selamanya. Meninggal di perjalanan menuju rumah sakit di Palembang.

Rumah duka saat itu sangat ramai. Semuanya datang, semuanya mengantarkan ayah ke tempat peristirahatan terakhirnya. Ayah diantar dengan berjalan kaki. Saat itu jalanan sangat ramai oleh orang-orang yang ingin mengikuti ayah sampai tempat pemakaman umum. Ditambah dengan diiringi tangis perpisahan yang mendalam.

Sekarang 15 tahun sudah dia pergi meninggalkan kami. Meninggalkan kenangan yang takkan pernah aku dapatkan dari orang lain. (Tulisan ini dikirim oleh Fabiola Fortuna, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Nasional, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya