Tantangan Menjadi Penulis Cerita Anak di Indonesia

Penulis cerita anak Indonesia dan tantangannya
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Belum lama ini saya mengikuti pelatihan menulis naskah buku cerita bergambar bersama 29 penulis cerita anak dari seluruh Indonesia. Semua peserta mendapat fasilitas gratis. Mulai dari biaya transportasi hingga penginapan di Green Forest Resort, Lembang, Jawa Barat. Bahkan peserta mendapat uang saku harian.

Cerita Dian Sastro Dikepung Makhluk Gaib Saat Baru Mualaf: Gue Rasanya Kaya Mau Mati

Semua peserta antusias mengikuti pelatihan karena pemateri bukan orang sembarangan, yakni seorang pakar sastra anak lulusan Harvard, Amerika Serikat yang bernama Alfredo Santos. Pemateri pendamping juga bukan sembarangan, yakni Riama Maslan Sihombing, pakar ilustrasi anak dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB serta dari Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan.

Selain workshop ini, belum pernah ada pelatihan untuk penulis cerita anak yang sampai dibiayai segalanya dan mendapat uang saku. Yang ada, peserta harus membayar untuk duduk di bangku peserta. Padahal, usai pelatihan belum tentu ada karya yang diterbitkan atau dengan kata lain kembali modal. Sementara pada pelatihan yang diusung lembaga nirlaba dunia Room to Read, 20 karya terbaik akan diterbitkan dan tentu saja mendapat honor penulisan.

Pengakuan Korban Pelecehan Rektor Nonaktif Kampus UP: Aku Banyak Menahan Beban

Honor yang diperoleh pun jelas di atas rata-rata honor yang diperoleh saat menulis naskah picture book dari penerbit Indonesia, yang berkisar Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 per naskah untuk buku 24-32 halaman. Tentu saja honor yang tinggi ini layak, karena untuk berhasil lolos ke 20 besar layak terbit, harus melalui seleksi yang ketat dan berulang kali revisi.

Menjadi penulis cerita anak di Indonesia seperti yang saya alami memang memiliki banyak tantangan. Pertama, pekerjaan menulis cerita anak masih dianggap sepele sehingga dipandang sebelah mata. Apalagi jadi penulis buku cerita anak bergambar yang teksnya sangat sederhana. Masyarakat awam hanya menilai dari jumlah teks yang ditulis, bukan ide cerita yang tentunya amat berharga.

Bicara Urusan Ranjang ke Teman, Ustaz: Seperti Setan Laki Menggauli Setan Perempuan di Tengah Jalan

Banyak pula yang menganggap penulis cerita anak adalah profesi gampang yang bisa dilakukan dengan mudah. Siapapun dengan menulis satu-dua karya sudah bisa mengklaim dirinya sebagai penulis cerita anak. Padahal kenyataannya, di dalam workshop menulis naskah buku cerita bergambar ini, penulis yang sudah menerbitkan ratusan buku pun harus bolak-balik merevisi naskahnya. Terbukti, kalau pekerjaan menulis naskah bukan pekerjaan mudah. Harus memiliki ilmu dan teknik tersendiri.

Kedua, menjadi penulis cerita anak di Indonesia juga harus bersaing dengan penulis dari luar negeri yang karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Di satu sisi bisa membuat penulis cerita anak ditantang harus meningkatkan kemampuannya. Tapi di sisi lain menutup peluang karyanya diterbitkan. Apalagi kebanyakan penerbit buku cerita anak lebih suka menerjemahkan karya penulis asing, dengan alasan lebih efektif.

Ketiga, dari pemerintah sendiri tidak ada upaya mendukung eksistensi para penulis cerita anak Indonesia. Misalnya, dengan memberikan penghargaan kepada karya-karya yang diterbitkan, beasiswa residensi dan workshop penulis cerita anak Indonesia di luar negeri, atau program-program yang dapat meningkatkan kualitas karya penulis cerita anak Indonesia. Akhirnya, para penulis cerita anak Indonesia kebanyakan mencari ajang lomba di luar negeri. Seperti di Singapura dan Korea selatan yang pemerintahnya melek literasi anak.

Keempat, iklim industri penerbitan buku cerita anak Indonesia berkembang perlahan, tidak sepesat di negara maju. Sehingga berdampak kepada penghasilan penulis cerita anak di industri. Apalagi minat baca masyarakat Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang diteliti oleh sebuah studi di Amerika Serikat.

Lantas mengapa jumlah penulis cerita anak di Indonesia yang saya amati terus bertambah? Karena semakin banyak orang yang merasa punya tanggung jawab terhadap peningkatan minat baca anak. Mereka tidak melulu termotivasi oleh materi. Mereka ingin memberi sumbangsih kepada negeri ini lewat tulisan yang berkualitas. Tinggal menunggu banyak pihak terkait yang mau menggandeng agar tercipta sinergi dan kekuatan besar mendongkrak literasi anak di Indonesia menuju puncak. (Tulisan ini dikirim oleh bennyrhamdani)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya