Biarkan Anak Menentukan Pilihannya Sendiri

Ilustrasi bingung memilih.
Sumber :
  • jytwd.com

VIVA.co.id – Awal lahirnya manusia ke dunia ini dengan wujud seorang bayi kecil, mungil, lucu, imut, dan suci. Suci itu sudah pasti. Suci dalam artian adalah seorang bayi masih bersih dari segala dosa-dosa atau tidak memiliki sedikit pun dosa pada dirinya. Bahkan seorang bayi tidak tahu mau jadi apa dia ketika kelak dewasa nanti. Walaupun sejak kecil seorang bayi sudah diberikan akal dan pikiran oleh Tuhan, namun dia masih belum mengetahui apa tujuan dan keinginan yang ingin dilakukannya di dunia ini.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Tidak lain dan tidak bukan adalah orangtua yang menjaga, merawat, dan mendidik. Merekalah yang akan memberi tahu mau jadi apa dia suatu saat. Apakah menjadi dokter, astronot, guru, dosen, operator warnet, direktur, sekretaris, tukang parkir, atau apapun itu. Orang tua merawat kita sejak kecil. Mereka yang menjaga kita dari segala bahaya yang bisa saja membuat diri kita terancam. Mereka juga mendidik kita dengan mengajari kita berbagai hal yang baik. Orang tua jugalah yang memberi tahu kita mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang tidak boleh kita lakukan dan kerjakan, dan mana yang boleh kita lakukan dan kerjakan.

Sejatinya seorang anak memiliki hak dan kewajiban akan sesuatu. Dan orang tua hanya bisa memberi dukungan dan membiayainya. Sama halnya dengan ketika kita ingin membuat kue, tapi kita tidak tahu resep apa yang bisa kita gunakan. Otomatis, kita pastinya harus mengikuti resep yang telah kita temukan, entah itu ada di dalam sebuah majalah, buku, koran ataupun internet.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Orang tua kita ibaratkan sebagai resep yang telah kita temukan. Dan kita adalah orang yang ingin membuat kue tersebut. Apa yang orang tua kita katakan, kita pastinya akan selalu mengikutinya. Itu artinya, orang tua kita ternyata memiliki sebuah pilihan yang telah mereka berikan kepada kita. Mereka merasa pilihan mereka adalah pilihan yang terbaik untuk kita. Namun nyatanya, ada yang merasa itu adalah pilihan terbaik dan ada juga yang berpikir itu adalah pilihan terburuk.

Aku mulai menyadari itu ketika aku melihat sebuah kejadian, saat aku melihat keponakanku yang masih bayi. Lalu salah satu keluargaku berkata, “Kalau dia besar nanti, dia harus jadi seorang arsitek. Dia bisa sukses, punya uang banyak, dan bisa membahagiakan orang tua ataupun  keluarganya.” Dari sana aku merasakan keadaan aku merasa sedang disindir dan dicela. Karena memang orang tua dan keluargaku menginginkan aku bekerja sebagai kontraktor ataupun arsitek.

Bantuan untuk Pesantren Mirrozatul Lombok Barat

Aku sadar kalau aku ternyata adalah seseorang yang gagal, dan aku juga seorang yang sensitif. Ternyata, dulu salah satu keluargaku pernah berkata begitu juga padaku ketika aku masih kecil. Aku dan mungkin banyak dari mereka yang merasakan hal dan kejadian yang sama. Mungkin kita akan kembali mengingat-ingat apa yang pernah dikatakan orang tua ataupun salah satu keluarga padanya.

Jika kamu sudah berusaha untuk mewujudkan keinginan orang tua dan keluarga, tapi gagal dan tidak mampu, jangan khawatir. Mungkin pilihan yang mereka pilihkan itu bukanlah pilihan terbaik untukmu. Karena sejatinya anak memiliki kebebasan memilih. Kebebasan kalian, aku, dan mereka menjadi apa yang selama ini kita mimpikan dan cita-citakan. Orangtua dan keluarga nantinya akan menyadari kesalahan pilihan mereka tersebut. (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)

Ilustrasi.

Pergilah Dinda Cintaku

Maafkan aku yang terlalu berlebihan mencintaimu.

img_title
VIVA.co.id
26 Februari 2018