Kisah Pak Menteri dan Komplimen Gratis Pemilik Kafe

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Moh Nadlir

VIVA.co.id – Dari hari Senin, 16 Mei sampai dengan 18 Mei 2016 kemarin saya berkesempatan pergi ke Bali. Pergi ke Pulau Dewata bukan untuk senang-senang melainkan meliput agenda kerja Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo yang hendak menghadiri sekaligus menutup acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang digelar di Nusa Dua, Bali.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Senin malam saya tiba di Bali. Undangan meliput ke Bali sendiri datang mendadak. Kepala Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri, Pak Acho Maddaremmeng yang tiba-tiba saja mengajak untuk ikut bersama mendagri ke Bali. Katanya, Pak Menteri menggantikan Wapres Jusuf Kalla, yang sedianya akan menutup Munaslub. Entah mengapa Pak Kalla batal dan mengutus Mendagri. Kata pak menteri, Pak Kalla sendiri yang langsung meneleponnya, memintanya untuk mewakili dia menutup Munaslub.

Selasa, 17 Mei, Munaslub akan ditutup. Seperti diketahui, Setya Novanto terpilih menjadi nakhoda baru Partai Golkar. Selasa siang, saya bersama rombongan pak menteri sudah keluar dari tempat menginap di bilangan Nusa Dua, Bali. Acara penutupan Munaslub sendiri rencananya baru akan dilakukan sekitar pukul empat sore waktu setempat. Pak menteri mengajak ngopi-ngopi sebentar, sembari menunggu acara penutupan Munaslub tiba.

Jadi Dewa Mabuk Sehari

Di sebuah kafe bernama Bengawan Solo Cafe, Pak menteri ngopi. Kafe ini ada di daerah Benoa, Bali, tak jauh memang dari Nusa Dua. Di dalam kafe, kami pun ngobrol ngalor ngidul. Pak menteri bercerita banyak, mulai dari pengalamannya saat menjadi anggota dewan, hingga analisisnya mengenai konstelasi politik Indonesia terkini. Tak lupa, pak menteri juga bercerita tentang kepergiannya yang mendadak ke Bali.

Saat hendak membayar tagihan, tiba-tiba pelayan kafe mendekat. "Pak, mohon maaf, kata ibu pemilik kafe tak usah dibayar. Ibu memberi komplimen. Gratis Pak, tidak usah dibayar," kata si pelayan. "Oh, tak usah. Saya bayar saja," jawab pak menteri. Tapi si pelayan tak menyerah. Ia tetap memohon agar tagihan tak dibayar. Namun, pak menteri keukeuh tetap mau membayar.

Ramadan sebagai Rekonstruktor Social Behavior

Lembaran uang pun sudah disiapkan di tangannya. Sampai kemudian seorang wanita muda cantik mendekat. Ia langsung mengenalkan diri sebagai pemilik kafe. Dan, segera memohon hal yang sama agar pak menteri menerima komplimennya. “Pak menteri tak usah bayar,” katanya. Tapi pak menteri tetap mau membayar. Akhirnya, si pemilik kafe menyerah. Uang pak menteri pun diterima. Setelah itu, ia memohon agar pak menteri bersedia foto bareng. Pak menteri pun, segera beranjak.

Di salah satu pojok kafe, si pemilik kafe lengkap dengan pasukan anak buahnya berpose bersama pak menteri. Berkali-kali acara foto bareng dilakukan. Terakhir, hanya si pemilik kafe dengan pak menteri yang difoto. Saya kebagian sekali menjadi juru jepret acara foto bareng tersebut. Carlos, wartawan sebuah media cetak yang juga ikut, tiba-tiba berbisik kepada saya. "Kang, coba kalau nanti kita ke sini lagi, pasti sudah ada foto pak menteri tuh," kata dia. "Pastinya," jawab saya. (Tulisan ini dikirim oleh Langitrakeyan)

Hari pertama saat berlangsungnya Mubes HIMSI UMI, Makassar.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Acara besar ini akan berlangsung selama dua hari.

img_title
VIVA.co.id
15 Juni 2016