Penulis Kacangan yang Bermimpi Jadi Penulis Profesional

Penulis.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Saya seorang penulis asal-asalan, dan hobiku membaca komik, novel, dan berita. Saya rajin menulis cerita semenjak duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai sekarang, dan tak ada satupun yang pernah sampai akhir. Jika hari ini sedang ingin menulis tentang cerita sedih, setelah inspirasinya menghilang, dan ceritanya bersambung, kemudian tidak pernah bisa disambung lagi karena besoknya beda inspirasi lagi. Begitu dan begitu saja kebiasaan yang selalu saya alami selama bertahun-tahun.

Jangan Pernah Menyerah untuk Meraih Kesuksesan

Bagaimana rasanya menjadi seorang penulis profesional ya? Pertanyaan itu selalu terngiang di telingaku, ingin rasanya menjadi terkenal sebagai penulis. Tapi kadang itu hanya angan-angan saja. Kamu tahu tidak rasanya menjadi seorang penulis macam saya?

Ketika ingin menulis saya hanya duduk berjam-jam di depan laptop, mendengarkan satu musik yang bisa menyatu dengan tema cerita, membuat segelas kopi panas, dan sebungkus rokok menemani saya. Bukan sekali dua kali saja, kadang otak ini sama sekali tidak menemukan tema cerita. Dan akhirnya saya hanya bisa memandangi layar laptop yang berkedip spasinya.

Lima Ucapan yang Membuat Penulis Sedih

Ah, saya kadang merasa putus asa, memiliki cita-cita yang tinggi, tapi kemampuannya hanya sampai di sini. Mau jadi penulis macam apa saya ini? Keluhan selalu datang setiap hari. Memang benar sekali, menjadi seorang penulis itu sangat membantu diriku yang tertutup.

Saya bisa berbaur dengan lingkungan, tapi hanya bisa menjadi pendengar setia mereka. Menjadi penulis itu sebenarnya seperti seorang pemimpi dan mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Seorang penulis itu seperti tangan Tuhan, kamu tahu kenapa? Karena nasib tokoh utamanya saya yang mengatur dan menentukan; mau dibawa ke mana ending-nya. Saya sebagai penulis bisa masuk ke dunia itu sendiri, menjadi si cantik, si tampan, si kaya atau si miskin.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

 Terkadang saya lupa waktu, lupa makan, lupa segalanya, ketika inspirasiku datang, saya hanya duduk dan berkutat dengan laptop, barang yang paling berharga seumur hidupku sekarang. Dulu waktu SMP, saya hanya menggunakan buku dan pena yang menemani hari-hariku. Dulu waktu menulis cerpen perlu waktu 8 jam untuk menyelesaikan, sekarang hanya perlu waktu dua jam untuk satu cerpen.  

Seorang penulis macam saya kadang kebanyakan nongkrong dan melek di kamar, bukan diam saja, kadang pikiran melayang memikirkan apa yang pantas dijadikan sebuah cerita. Penulis macam saya sangat sulit menentukan sebuah judul cerita, kadang ceritanya sudah siap, tapi judulnya belum ditentukan.

Saya penulis yang payah. Saya bukan seorang pemalu, hanya saja sendiri lebih baik, hari-hariku dihabiskan kebanyakan di rumah, dan masih menjadi seorang penulis kacangan yang bercita-cita menjadi penulis berbakat, walau terkadang selalu saja putus di tengah jalan kalau saya mencoba menulis sebuah novel.

Tapi saya tidak berhenti berharap dan berputus asa, karena ini adalah dunia saya, di mana menulis adalah sebagian dari hidupku selama ini. Saya menyukainya dan sangat menyukainya. Berharap lebih baik setiap harinya setelah bisa menemukan jati diri yang sebenarnya. (Tulisan ini dikirim oleh Aryand16)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya