Paradigma Jones

Ilustrasi
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Suatu ketika pikiran kosong, lelah, dan tanpa arah tujuan datang. Apa yang harus aku lakukan? Ditambah beban yang menggelayuti pundak seakan tak ingin hengkang walau sedetik saja. "Woy Jones, sedang apa loe"? tanya temanku. “Nyantai bro, lagi bikin lirik nih.” ujarku.

Musyawarah Besar Himpunan Mahasiswa Sastra Inggris UMI

Ya, kebiasaan senggang sedikit terobati dengan menulis lirik-lirik lagu yang tidak jelas arah tujuannya. Tertarik di dunia musik tak membuat aku menjadi ahli musik, yang ada malah sebaliknya. Namaku Alfred Jones, tinggal di desa kecil bernama Riverlake Village, tidak jauh dari Slipperyrock City, sebuah kota penuh debu tambang yang bertebaran menusuk mata. Hanya pada saat hujan mata tidak terlalu banyak terpapar debu di kota itu.

Cara berpikir idealis membuatku muak melihat apa yang ada di sekitarku. Pengrusakan alam yang dahsyat, seolah menjadi angin segar bagi para penggiatnya. Apa ini yang namanya hidup? Jujur, saat ini aku ingin cepat-cepat lulus. Lulus dari sekolah yang menurutku sebagai ajang pembentukan mental yang sebenarnya dan ajang mencari sebagian kecil pengalaman hidup.

Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Kalau bicara ilmu, bisa dibilang dari semua ilmu yang kudapat, ilmu akhiratlah yang menurutku berguna pada akhir zaman nanti. Nama boleh "bule", tapi mukaku Indonesia asli. Seperti itulah sekelebat tampilanku. "Man, perpisahan nanti bagaimana kalau kita tampil?" ajakan-ajakan seperti ini selalu kulayangkan kepada Saman. Bosan nge-band di studio, apa salahnya kalau kita tampil terakhir kalinya untuk menutup lembaran akhir masa-masa 12 tahun. Dia mengiyakan, namun entah akan dieksekusi atau tidak. Setelah aku merasakan nikmatnya hidupku selama ini, kelak setelah aku lepas sekolah apa akan sama nikmatnya.

Sedikit flashback, zaman aku TK-SD-SMP-SMA, hal yang bernama lingkungan, baik lingkungan masyarakat, sekolah, dan pertemanan banyak kualami di berbagai tempat. Lingkungan yang berbeda kudapatkan semenjak aku kecil. Dari mulai bayi, kanak-kanak, remaja, sampai dewasa, masa-masa seperti itu kualami di banyak tempat.

Jadi Dewa Mabuk Sehari

TK, layaknya mimpi tadi malam yang terlupakan saat aku terjaga SD. Posisiku sangat menguntungkan. Punya teman banyak, masih sangat diperhatikan, dan belum memiliki yang namanya beban hidup. Saat-saat itu selalu membuatku berpikir kalau sesuatu yang indah pasti pernah dirasakan seorang individu dalam hidupnya. Tinggal bagaimana caranya si individu ini memahami dan merasakannya. Entah kenapa aku yang saat ini bisa dibilang "pecundang" yang tak tahu harus apa ke depannya, sekarang merindukan masa itu beserta tokoh-tokohnya.

SMP, lumayan berkesan. Namun orang-orangnya tersebar entah kemana, termasuk sahabatku yang selalu mau ku ajak ke warnet, ke pasar, sampai membentuk klub bola, juga hilang kabar beritanya. Cukup banyak cerita di masa itu. Andai kuceritakan, bakal jadi novel ini cerita.

SMA, sedang kujalani namun tak tahu apa langkah pasti yang harus kuambil ke depannya. Bimbang? iya. Bingung? pasti. Sikap dan polahku saat ini sangat dipengaruhi oleh yang namanya waktu. Seiring berjalannya waktu, entah kenapa arti kehidupan yang kurasakan saat ini berbeda 180 derajat dengan kehidupanku sebelumnya. Cara pandangku terhadap orang lain dan diri sendiri seolah menjadi titik berat perubahan pandanganku saat ini.

Pola pikir yang kurasakan seperti tertahan hanya di sebagian otak kecilku, tak lebih dari itu. Bicara teman, memang sedikit namun menurutku cukup bermanfaat untuk saat ini. Dari semuanya, ada seseorang yang punya komentar pedas dan menusuk. Tapi dari semua komentarnya hanya kuanggap sebagai angin lalu serta sebagai bahan pelajaranku.

Sedikit kisah unik nan aneh sudah kurasakan di masa ini. Masalahnya sepele, hanya salah persepsi dan menjadi sensasi. Di titik ini aku akhirnya sadar bahwa kedamaian yang sebenarnya bukanlah seseorang yang tidak memiliki permasalahan, tetapi suatu pandangan bahwa damai itu selalu hadir bagi orang-orang yang menginginkannya.

Si A tidak menginginkan si B, sedang C,D,E,F selalu mengaitkan hal yang sama berulang-ulang. Lalu datang si G tanpa tahu pasti apa yang sebenarnya A rasakan dan melancarkan hal yang bodoh kepada si B. Si A yang sebenarnya tidak tahu menahu tentang apa yang terjadi bahkan tertarik pun tidak sama sekali, seolah terkena imbas yang dilancarkan oleh si G. Dengan mengatasnamakan si A, si G tak peduli apa yang dirasakan orang lain.

Hal konyol memang selalu menarik, namun alangkah lebih menarik jika kekonyolan itu berdasar dan setidaknya tahu akar kekonyolannya. Simbol tergambar berdasar apa yang dipikirkan dan ditafsirkan dari persepsi yang spontan. Menurut pandanganku, segala arti dan segala maksud dari apa yang selama ini kurasakan terbangun karena adanya hal yang disebut kepribadian.

Di samping waktu, hal yang menyangkut kepribadianku tak pernah berubah. Bukan dalam artian selalu sama, namun berkembang mengikuti waktu dan mengalami proses seiring dengan lingkungan. Aku memang Alfred Jones, tapi apa dengan kepribadianku yang sekarang bisa berubah menjadi Alfred Jones yang lain?. Mungkin bintang di sana lebih mengenalku ataupun sang empu-nya bintang sedang memperhatikanku saat ini.

Trutut..trutut..smartphoneku selalu berbunyi dan begetar sejak tadi. Saat kubuka, "Woy, jadwal besok apa yaa? enggak sempat nulis tadi." Hal yang tidak penting datang, sepertinya tidur adalah langkah yang lebih tepat dan memberikan alasan keesokannya. (Cerita ini dikirim oleh M. Farid Hermawan, Kalimantan Selatan)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya