Surat, Tanda Tangan Palsu, dan Kisah Asmara yang Malang

Ilustrasi surat
Sumber :

VIVA.co.id – Beberapa hari ini, di beranda Facebook saya banyak berseliweran foto presensi anggota Partai Golkar di rapat paripurna awal pekan lalu. Dalam foto tersebut, tampak sebuah tanda tangan dibubuhkan di kolom presensi milik Setya Novanto. Yang membuat ramai adalah karena di saat yang sama Setya tidak hadir dalam rapat tersebut, ia sedang berada di Sulawesi Utara untuk urusan partainya.

Imam Masjid di Inggris Dilaporkan ke Polisi Gegara Izinkan Siswa Salat

Ngomong-ngomong soal tanda tangan palsu, saya punya sedikit cerita nih. Kisah ini saya alami ketika masih SMP. Saat awal-awal masuk SMP, saya sangat rajin berangkat ke sekolah. Selain karena masuk di sekolah baru, saat itu saya juga sedang jatuh cinta dengan salah seorang teman sekelas saya. Sebutlah namanya Siti.

Siti adalah siswi yang sangat manis menurut saya. Kulitnya kuning langsat, giginya kecil-kecil seperti biji buah mentimun, dan satu hal yang membuat saya semakin keranjingan adalah ia punya lesung pipi dan tahi lalat di pelipis. Tanda cewek pintar nih, pikir saya kala itu. Karena saking rajinnya saya berangkat sekolah, lantas saya pun sering dititipi surat izin oleh teman-teman saya. Mereka percaya, surat izinnya pasti akan sampai di meja guru karena tidak mungkin saya bolos atau tidak menyampaikan amanat itu, meski sepenuhnya saya tahu itu cuma surat bohongan.

5 Alasan Mengapa Kucing Suka Menggigit Tangan Pemiliknya

Ya, mereka tidak benar-benar sakit, jika itu surat izin sakit. Tidak pula sedang bepergian, jika surat izin itu dilayangkan karena alasan bepergian. Hal itu kemudian menyulap saya menjadi sesosok kurir surat nan shidiq, tabligh, amanah, dan fathonah. Sayang, dulu saya tidak kepikiran untuk menetapkan tarif seperti yang dilakukan jasa pengiriman macam JNE, TIKI, POS, dan konca-konconya itu. Kalau saya menetapkan tarif, saya yakin setiap hari saya bisa makan lontong sayur di kantinnya Yuk Ani.

Namun ternyata tak cuma sampai di situ, lama-kelamaan aksi teman-teman saya semakin runyam. Dengan berbagai alasan, mereka juga minta tolong kepada saya agar mau menuliskan surat izin, serta membubuhkan tanda tangan palsu. Wow, lulus jadi kurir surat yang amanah, saya pun naik kelas menjadi penulis surat. Tentu saja saya mengiyakan, sebab kalau sudah urusan tulis-menulis surat mereka lebih mengerti saya. Ehmm, maksudnya ya mereka tahulah kalau saya ini jarang bawa sangu. Jadi, atas kesadaran diri mereka dan juga kemelasan wajah saya, saya pun bisa makan lontong sayur gratis di kantinnya Yuk Ani, cukup dengan mencatut nama si pemesan surat.

Bantu Kembalikan Uang Rp100 Juta Milik Pemudik, Aiptu Supriyanto Dapat Hadiah Sekolah Perwira

Sejak saat itu, saya tambah sering menulis surat pesanan. Bagaimana tidak, teman seangkatan saya ketika itu berjumlah 120 orang yang terbagi menjadi tiga kelas. Sebagian besar mereka mengenal saya, dan lantaran sifat nabi yang melekat dalam diri saya, terutama soal surat, mereka pun akhirnya banyak yang memercayai saya. Setiap hari ada saja yang pesan surat. Tak cuma surat izin, surat cinta, surat ucapan ulang tahun, surat valentine, dan surat putus, surat ngajak balikan pun, sayalah yang membuatkan.

Duh dek, semua ini abang lakukan demi sesuap nasi, mengertilah. Tapi entah kenapa hal tersebut kemudian membuat urusan asmara saya kandas. Di hadapan Siti, saya selalu gagu, mati kutu, dan sama sekali tidak pandai nyepik. Sampai akhir semester 2 pun, saya masih belum bisa mendapatkan hati Siti. Gimana mau dapet kalau mbribik dan nyepik saja saya tidak bisa. Alhasil, kisah asmara saya pun tak jauh berbeda dengan lagunya Ungu yang Cinta Dalam Hati itu.

Malah kemudian terdengar kabar, Siti telah jatuh ke tangan seorang cowok macho, yang belakangan saya ketahui bernama Brian. Setelah saya selidiki, ternyata memang benar adanya. Sitiku yang ayu dan sering datang ke mimpiku itu jatuh di tangan Brian. Hati saya remuk seremuk-remuknya. Saya ingat benar, hari itu adalah hari Senin. Saya duduk di depan kelas seorang diri, karena memang saya datangnya kepagian. Waktu itu saya memang takut kalau sampai telat upacara. Bukan, saya takut telat bukan karena saya ini orang yang nasionalis. Yang nasionalis itu bapak saya karena saking kagumnya beliau dengan Pak Karno, jadi saya tidak boleh melewatkan upacara bendera yang cuma seminggu sekali digelar itu.

Ketika duduk-duduk itulah, seorang laki-laki bertubuh tegap dan kekar menghampiri saya. Husssh, dia bukan homo, ngeres aja nih pikiran kalian. Kedatangannya itu justru menunjukkan betapa heteronya dia. Ya, tanpa saya duga keahlian saya dalam menulis surat sudah menyebar di telinga banyak siswa, termasuk laki-laki yang mengaku sebagai kakak kelas saya itu.

Pagi itu, dia minta tolong kepada saya agar menuliskan sepucuk surat pernyataan cinta untuk seorang cewek yang sedang ditaksirnya, lengkap dengan tanda tangan ciptaan saya yang oleh teman-teman saya dipercaya dapat membawa keberuntungan. Belum sempat saya berkata sanggup, dua lembar uang seribuan sudah keburu mendarat di kantong saya. Alhasil, demi menjaga harkat dan martabat saya dalam dunia persuratan, dan juga uang dua ribu rupiah itu, saya pun menyanggupi permintaan tolong itu plus jaminan sang cewek pasti akan takluk padanya.

Di dalam surat itu, ia meminta agar nama sang cewek ditulis dengan nama Cinderella. Waktu itu lagu Cinderella-nya Radja memang sedang tenar-tenarnya. Seminggu kemudian, bersamaan dengan remuknya hari saya, saya baru tahu laki-laki itu bernama Brian. Dan Siti, telah menjadi Cinderella-nya Brian. Sejak saat itu, saya bersumpah tidak akan menulis surat atau menciptakan tanda tangan yang hanya membawa keberuntungan bagi orang lain, tapi membawa kemalangan bagi saya sendiri. Saya benar-benar kapok. (Cerita ini dikirim oleh Azastranesia, Yogyakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya