Kalijodo, Wajah Ahok dan Kita

Kawasan Kalijodo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA.co.id – Nama Kalijodo dalam seminggu ini mencuat kembali menjadi perbincangan banyak orang. Mulai dari rakyat kecil, pedagang, artis, pejabat, politisi, Gubernur DKI, menteri, hingga wakil presiden. Kalijodo pun menjadi trending topics di berbagai media sosial.

Pecahan Tembok Berlin Bersemayam di Eks Prostitusi Kalijodo

Pemicu nama Kalijodo mencuat tidak lain karena "ocehan" Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok. Dia bilang akan membongkar tempat hiburan ini. Omongan Ahok dipicu setelah peristiwa kecelakaan mobil fortuner yang menabrak dua pengemudi motor hingga meninggal, Senin (8/2), dini hari. Penyebabnya, si pengendara fortuner mengaku habis menikmati hiburan malam di Kalijodo, Jakarta Utara.

Awalnya, peristiwa itu tak banyak mengangkat soal Kalijodo itu sendiri, tapi menyorot soal pelaku dan korban kecelakaan. Namun, karena Ahok yang memulai dengan gaya koboinya inilah yang mengundang respon cepat dari berbagai pihak.

Djarot: Kolong Tol Kalijodo Incaran Pendatang Baru Jakarta

Padahal sebelum ada peristiwa fortuner ini, keberadaan Kalijodo tak ada yang mengusik. Kalijodo sebagai tempat hiburan malam, warung remang-remang, atau sering dikenal tempat esek-esek, berjalan seperti kehidupan malam di tempat lainnya.

Kalijodo yang secara administrasi kewilayahan berada  di dua kecamatan, yakni Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, dan Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, telah puluhan tahun lalu berdiri sejak zaman penjajah Belanda datang ke Indonesia yang dijadikan tempat mencari pasangan di kawasan tersebut. Sejak itu pula hingga pertengahan kepemimpinan Ahok di Jakarta tak ada yang mengusik lokasi itu.

RPTRA Kalijodo Ramai di Libur Lebaran

Di sana ada ratusan Perempuan Seks Komersial (PSK) menjajakan dirinya pada tiap malam. Begitu juga para lelaki hidung belang yang mengunjunginya, tak ketinggalan pula para mucikari  yang meramaikan kondisi ini. Ratusan juta uang mengalir di sana. Kalijodo bergeliat dan menghidupi banyak orang, baik pendatang maupun penduduk sekitar.

Simbiosis mutualisme terjadi. Tak hanya antar warga sipil, tapi juga melibatkan aparat dalam mengamankan perputaran roda ekonomi. Yang mendapatkan keuntungan material tak hanya para PSK, mucikari, pemilik bar dan cafe, tetapi masyarakat sekitar juga meraup keuntungan dengan membuka warung-warung kecil dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Kalijodo benar-benar telah menjadi lapangan kerja bagi warga sekitar dan pendatang. Semua memaklumi dan mengetahui itu.

Ahok dan termasuk kita tutup mata, seolah-olah tak ada yang dirisaukan dari lokasi Kalijodo. Namun, di tengah persiapan pemilihan gubernur DKI, Ahok dengan tegas dan lantang akan membongkar Kalijodo. Ahok memanfaatkan momentum kecelakaan fortuner untuk bersikap soal Kalijodo. Tapi, yang menjadi alasan membongkar adalah lebih pada alasan penempatan lahan hijau DKI. Mereka dianggap melanggar telah menyerobot lahan pemerintah. Ini alasan Ahok yang menguatkan untuk memberantas Kalijodo.

Ahok membongkar Kalijodo bukan karena adanya perbuatan asusila, perjudian, premanisme, dan kongkalikong pejabat dan preman, tapi pada alasan penempatan lahan ilegal oleh warga. Ya, itulah wajah Ahok. Dia tidak berani secara terus terang membongkar Kalijodo karena di sana tempat maksiat.

Ada konsekuensi logis bila pembongkaran dasarnya adalah karena tempat seks. Ahok akan dituntut agar membongkar tempat-tempat seks lain yang ada di Jakarta. Ini sulit bagi Ahok. Risikonya besar, khususnya secara ekonomi. Perputaran uang di bisnis ini sangat signifikan bagi DKI. Karena itu juga, Ahok dulu sempat mau melokalisir tempat perjudian dan plus-plusnya. Maka tak heran bila Ahok justru akan membongkar lokasi penghijauan yang di tempati warga di tempat lain. Kita dukung program ini.

Jakarta memang kekurangan ruang terbuka hijau saat ini. Pada tahun 2015, DKI baru memiliki sekitar 10 persen ruang terbuka dari persyaratan minimum 30 persen. Kita setuju Ahok mengembalikan Kalijodo dan tempat ilegal lainnya ke fungsi semula untuk menambah ruang terbuka hijau di Jakarta.

Tapi soal pemberantasan dan pembongkaran tempat esek-esek, perjudian, dan preman tidak terlihat secara tegas. Ahok mengerti soal itu. Ahok tak mau terjebak perdebatan soal prostitusi dan judi. Dari dulu hingga sekarang tak kunjung selesai masalah itu. Kita memang membiarkan dan menutup mata. Itulah wajah Ahok dan kita. (Tulisan ini dikirim oleh Ahmad Zidan, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya