Dedi Mulyadi, Sosok Kontroversi yang Perlu Diketahui

Sumber :

VIVA.co.id – Ramai-ramai ngomongin Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Soal Islam, syariat, musyrik dan budaya. Sebenarnya siapakah sosok Dedi Mulyadi?

Politisi Dedi Mulyadi Berduka, Ayahanda Meninggal Dunia

Ia lahir di Subang, 11 April 1971, dari pasangan orangtua Bapak Sahlin Ahmad Suryana dan Ibu Karsiti. Ayahnya seorang pejuang, pernah menjadi prajurit melawan Belanda, dan pensiun muda karena diracun oleh mata-mata Belanda.

Istri Dedi Mulyadi adalah Anne Ratna Mustika, muslimah dari Banten. Anaknya dua, Yudistira Manunggaling Rahmaning Hurip dan Maulana Akbar Ahmad Habibie. Saat kuliah, beliau sudah terbiasa mandiri dengan jualan bala-bala. Ketika lulus kuliah dan belum punya pengalaman kerja, dia tidak mau menganggur, akhirnya bekerja menjadi seorang tukang ojek. Apapun pekerjaannya, asal halal pasti dia lakukan. Jauhi menganggur.

Alami Penyumbatan, Dedi Mulyadi Dioperasi Terawan di RSPAD

Dedi Mulyadi dituduh musyrik oleh FPI karena alasan membangun patung-patung di Purwakarta, padahal pembangunan patung tujuannya untuk wisata. Karena telah mampu mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur untuk rakyat pada periode pertama (2008-2013), dia pun kemudian mengembangkan wisata.

Patung-patung dibuat bersamaan dengan pembangunan taman dan memang banyak jumlahnya. Beberapa di antaranya patung Punakawan yang digunakan Walisongo untuk syiar Islam. Patung-patung Purwakarta pernah dihancurkan gerombolan Islam radikal.

Marah-marah Kedok Blusukan? Ini 7 Fakta Dedi Mulyadi Anggota DPR RI

Patung-patung di Kabupaten lain tidak pernah diserang FPI maupun kelompok Athian Ali, tetapi mengapa Purwakarta diserang? Ini menyisakan sebuah tanda tanya besar. Pertanyaan pentingnya adalah, “Apakah ada orang Purwakarta yang menyembah patung atau yang menjadikan patung sebagai berhala?”.

Anak-anak kecil di Purwakarta pun bingung kalau ada isu musyrik seperti itu. Sebagian besar demontrans berasal dari luar kota, padahal orang yang tinggal di Purwakarta adem tenteram.

Dedi Mulyadi dianggap musyrik karena menganjurkan penyebutan nama “Prabu Siliwangi” setiapkali orang melewati jalan tol. Itu sebenarnya candaan, tetapi positif karena pesan dirinya adalah agar berkendara dengan silih asah, silih asih, silih asuh. Maksudnya, berkendara dengan pemikiran yang jernih, jangan mabuk, jangan ngantuk. Silih asih adalah saling mengasihi diri, mengasihi orang lain, jangan saling lempar amarah; silih asuh yaitu berhati-hati agar tidak melukai pengendara yang lain dan selamat sampai tujuan.

Dedi Mulyadi dianggap menikahi Nyi Roro Kidul. Kenapa hal seperti ini harus dianggap serius. Menurut Dedi Mulyadi, Nyi Roro Kidul itu merupakan gambaran keindahan dan keeksotisan Laut Pantai Selatan. Menikah dengan Nyi Roro Kidul itu punya maksud bahwa kita harus melindungi, merawat, dan mencintai laut beserta kekayaan yang ada di dalamnya.

Ia pun bergurau dengan berkata, “Menteri Kelautan RI, Susi Pudjiastuti adalah sosok yang juga telah menyatu dengan Nyi Roro Kidul, menyatu dengan laut. Dia sudah bersatu dengan Nyi Roro Kidul. Artinya, dia menjaga laut, merawat isinya, merawat manusia yang menggantungkan penghasilan dari laut, dan melindungi laut dengan cara mengebom kapal-kapal yang mencuri dan merusak laut kita”.

Dedi Mulyadi di tuduh anti syariat Islam dan dianggap lebih pro kebudayaan. Sederhana jawabnya, syariat Islam itu bukan legalitas yang diformalkan, tetapi amal yang ditegakkan. Bagi Dedi Mulyadi, syariat Islam bukan memakai jubah atau membuat perda syariat, tapi menerapkan keadilan, mengurus fakir miskin, meningkatkan kualitas keagamaan secara substansial, menggerakkan solidaritas pembangunan bersama, memberantas maksiat dengan melihat akar persoalan masing-masing masalahnya.

Dahulu Purwakarta sebelum zaman Dedi Mulyadi terkenal dengan sebutan Kota Tasbeh. Tetapi sayangnya, saat zaman tasbeh malah justru banyak maksiat, banyak copet, dan banyak pemalak. Sedangkan di zaman Dedi Mulyadi, semuanya diberantas dengan cara manusiawi. Tidak menimbulkan guncangan. Bahkan, waria saja dimanusiakan dengan diberikan pekerjaan. Para “Pak Ogah” diberi pekerjaan dengan gaji yang manusiawi. Artinya, Dedi Mulyadi sedang menegakkan syariat Islam karena menjalankan perintah nabi. Islam oke, Pancasila pun jalan.

Dedi Mulyadi adalah kaum santri yang lahir dari keluarga Nahdlatul Ulama. Ia mengaji sejak kecil di kampung halamannya dan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan keagamaan dari kiai-kiai kampung lazimnya warga NU. Dedi Mulyadi seperti kaum santri suka tirakat. Ia percaya pentingnya mengekang hawa nafsu, pengendalian diri sehingga ia pun rutin berpuasa senin-kamis.

Ilmu keagamaannya memang tidak tinggi, tetapi ia cukup memiliki paham agama yang baik. Cukup untuk bekal ibadah dan muamalah. Bahkan karena ia merasa senang dengan studi pemikiran, ia mendapatkan banyak khazanah keislaman dengan cara otodidak. Dedi Mulyadi dalam hal pemikiran rendah hati karena itu ia terus belajar. Kesukaannya selain membaca buku, adalah mendekat pada tokoh-tokoh besar. Dedi Mulyadi kagum dengan Gus Dur, Cak Nur, Quraish Shihab, Gus Mus, dan sangat perhatian pada Nahdlatul Ulama.

Dedi Mulyadi memandang syariat Islam itu sebagai ajaran substansial yang harus ditegakkan esensinya, bukan diberhalakan dengan simbol-simbol kearaban. Dedi Mulyadi ingin “islamisasi” substansi, bukan arabisasi. Pernah ada pengalaman menarik, yaitu saat ada kegiatan Parade Tauhid di Purwakarta, Januari 2016 lalu. Tidak ada satupun media massa yang meliput, kecuali situs Pojok Jabar/Pojok Satu, Suara Islam, DPPFPI, dan Poskota.

Dedi Mulyadi menggerakkan kebudayaan melalui event-even kesenian. Gerakan budaya dalam pandangan Dedi Mulyadi adalah pembangunan sumberdaya manusia agar masyarakat punya mental yang bagus, tumbuh karakter yang beradab, dan karena itu menurutnya budaya sangat lekat dengan etika dan etos, bukan kesenian. Adapun kesenian hanyalah alat, atau sarana komunikasi menyatukan semua orang secara setara dan dalam suasana kebahagiaan.

Dedi Mulyadi menggerakkan kebudayaan bukan hanya melalui event kesenian, melainkan melalui gerakan struktural di Pemda Purwakarta. Salahsatu contohnya ialah penghematan anggaran pegawai agar lebih optimal melayani kebutuhan rakyat. Mental pejabat kabupaten digenjot agar tahan godaan konsumerisme, hidup sederhana, dan punya perhatian terhadap nasib rakyat bawah.

Dedi Mulyadi ingin agar warganya berdaya saing dalam hal produksi ekonomi karena globalisasi sangat merugikan rakyatnya. Karena itulah ia gerakkan kewirausahaan, kemandirian keluarga dan menekan konsumerisme, sifat boros yang ditentang oleh agama Islam.

Dedi Mulyadi bersekolah SD hingga SMA di kota kelahirannya, Subang. Kesukaannya dengan organisasi sejak SMA membuat dirinya aktif bergabung di organisasi. Dedi Mulyadi aktif di dunia politik setelah mencalonkan menjadi  anggota DPRD Purwakarta pada Periode 1999-2004 dan langsung di percaya menjabat sebagai Ketua Komisi E.

Di tengah perjalanan, tahun 2003 ia didorong maju  pencalonan  Wakil Bupati Purwakarta Periode 2003-2008 menjadi wakil dari Lily Hambali Hasan.  Sukses mendampingi Lily Hambali Hasan sampai 2008, ia dicalonkan sebagai Bupati Purwakarta periode 2008-2013 berpasangan dengan Dudung B. Supardi.

Menjadi Bupati Purwakarta pertama yang dipilih langsung oleh rakyat, tahun 2013 ia maju kembali menjadi Bupati Purwakarta Periode 2013-2018 berpasangan dengan Dadan Koswara. Menang telak 65% karena salahsatu prestasinya adalah melayani keinginan rakyat untuk mendapatkan pembangunan infrastruktur secara cepat dan pelayanan sosial secara baik. (Cerita ini dikirim oleh Haris Azami)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya