Habis COP 21 Terbitlah Badan Restorasi Gambut

Ilustrasi perubahan iklim
Sumber :
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
- Pada akhir November sampai awal Desember 2015 yang lalu telah diadakan Conference of Parties 21 (COP21). Sekitar 2.000 peserta Konferensi Perubahan Iklim hadir dalam acara tersebut.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

COP yang ke-21 merupakan yang terbesar jika dibandingkan COP-COP sebelumnya. Tak kurang dari 150 kepala negara, termasuk Presiden Joko Widodo, hadir di hari pertama. Sekitar 40.000 orang datang dari 195 negara plus Uni Eropa turut hadir dalam konferensi yang berlangsung selama 12 hari tersebut.
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong


Presiden RI, Joko Widodo, dalam sambutannya menyampaikan komitmen Indonesia ke depan dalam pengurangan emisi, yaitu penurunan emisi 29% di tahun 2030 dan 41% dengan kerjasama internasional.


Konferensi ini sangat penting untuk mencapai suatu perjanjian internasional baru mengenai perubahan iklim yang berlaku untuk semua negara (Applicable to All), dengan tujuan untuk menjaga pemanasan global di bawah 2
°C
. Karena kesepakatan ini bersifat mengikat secara hukum semua negara, termasuk negara-negara berkembang, maka kontribusi negara berkembang tidak lagi suka rela, namun wajib. Komitmen negara-negara ini tertuang dalam Intended Nationally Determined Contributions (INDC).


Disinilah pentingnya melihat kebijakan-kebijakan yang disusun oleh pemerintah untuk memastikan berjalannya pengurangan Gas Rumah Kaca (GRK) yang di tuangkan dalam rencana kontribusi penurunan GRK nasional.


Target penurunan emisi gas rumah kaca yang dituangkan dalam rencana kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca nasional (INDC) patut mendapatkan perhatian kita semua agar total reduksi emisi GRK nasional dapat ditambah lebih besar. Apalagi jika dikaitkan dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di patok pada angka 5,3% per tahun.


Pola pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia harus benar-benar diarahkan pada pola pengembangan "ekonomi hijau" dan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Hal ini walaupun sulit harus selalu diupayakan.


Kebutuhan energi yang berbasis fosil sampai saat ini memang  masih yang utama. Namun kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk pembangunan energi baru terbarukan layak mendapatkan apresiasi.


Hal lainnya yang tidak kalah penting untuk kita kawal adalah rencana pemerintah melakukan restorasi lahan gambut di 9 provinsi. Targetnya dalam 5 tahun, pemerintah bisa merestorasi ekosistem gambut 2 juta hektar. Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk restorasi 2 juta hektar lahan gambut ini akan mencapai  25 triliun.


Program ini tertuang dalam Peraturan Presiden nomer 1/2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG) yang di tandatangani Presiden Joko Widodo. Lembaga ini nantinya akan mengkoordinasikan penguatan kebijakan pelaksanaan, perencaaan, pengendalian kerjasama restorasi gambut. BRG juga melaksanakan kontruksi infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut dan kelengkapannya.


Untuk menunjang kinerjanya, badan ini akan dipimpin kepala BRG di bantu sekretaris dan 4 deputi, kelompok ahli, dan pengarah teknis. Posisi kepala BRG, sekretaris, 4 deputi dan kelompok ahli dapat dari kalangan PNS ataupun bukan.


Kelompok ahli dimaksud dari perguruan tinggi, lembaga penelitian, profesional atau masyarakat. Sedangkan tim pengarah teknis terdiri dari gubernur Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.


Apapun kiprah yang akan dilakukan oleh Badan Restorasi Gambut, patut mendapatkan perhatian kita. Layak kita tunggu apa yang akan dilakukan untuk restorasi gambut kita yang telah hancur akibat kebakaran hutan pada tahun 2015 yang lalu. Mari kita tunggu.
(Tulisan ini dikirim oleh Billy Ariez, Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya