Susahnya Mendapatkan SIM

Ujian praktek bikin SIM motor.
Sumber :
  • www.nastopo.com

VIVA.co.id - Indonesia adalah negara hukum. Hampir semua hal telah ditetapkan dalam Undang-Undang, Perpres, Perda, dan lain sebagainya yang merupakan hukum tertulis. Termasuk peraturan berlalu lintas di jalan. Seluruh pengguna jalan wajib untuk menaati rambu-rambu lalu lintas dan peraturan berkendara. Semua demi keamanan dan keselamatan bersama.

Sebagai warga negara yang turut menggunakan fasilitas umum ini, aku berusaha untuk menaati peraturan yang ada. Menjadi pengguna jalan raya yang tertib. Tentu aku tidak ingin terjadi hal buruk di jalan, baik pada diriku maupun orang lain di sekitarku. Siapapun pasti mengharapkan sampai di tujuan dengan selamat.

Kemampuan mengendarai motor telah melekat pada diriku sejak beberapa tahun silam. Dari mulai belajar di lapangan luas, jalan perkampungan, sampai terjun ke jalan raya. Aku sadar bahwa hal ini sangat penting, mengingat semua harus serba cepat. Apalagi rumahku terletak jauh dari jalan besar. Tidak adanya angkutan pun lebih mendukung keharusan ini.

Setelah mencapai usia yang cukup, aku berencana untuk mengurus SIM agar kemampuan berkendara ini diakui secara sah. Ditambah lagi demi kelancaran perjalanan, karena kalau aku terjaring operasi tentu kegiatan terhambat dan aku pasti akan dijatuhi sanksi. Lagi pula inilah peraturan yang harus dilaksanakan.

Sebelum tiba jadwal tes SIM, saya mempersiapkan diri. Saya mencari informasi tentang apa saja tes yang akan diujikan pada calon pengendara yang resmi. Pertama aku harus siap untuk tes kesahatan. Tak hanya itu, mencari referensi soal uji tulisnya tak luput dariku. Ada banyak sekali kisi-kisi soal yang bisa aku cari di media. Saat keluar rumah entah itu mengendarai sendiri atau tidak, aku memperhatikan area sekitar. Mataku terus memantau berbagai tanda sebagai petunjuk untuk pengendara. Aku yakin ini akan bermanfaat. Semoga saja.

Menggali pengalaman dari para senior itu juga penting. Orang yang pertama aku tanya adalah ayah. Beliau berpengalaman dalam hal ini. Jangankan SIM C, SIM A dan B pun dimilikinya. Pengalaman dari teman-teman juga sering aku dengar. Meski sebagian besar memiliki pengalaman yang sederhana untuk diizinkan memegang SIM sendiri, lewat calo.

Sejak awal aku sudah ragu untuk melewati jalur ini. Calo? Aku ingin SIMku didapat dengan cara yang bersih, cara yang benar, karena aku mengharap keberkahan. Untuk apa memiliki izin mengemudi tapi dengan cara seperti itu? Bukankah akan ada kebanggaan tersendiri jika kita berhasil melalui koridor yang sopan dan transparan?

Bernapas bebas terlepas dari jaringan operasi, memang benar. Tapi selamanya SIM itu tidak akan bermakna bagi si pemiliknya. Itu hanya akan menjadi formalitas. Hanya sekadar punya saja. Apa lagi untuk yang masih belum terlalu mahir berkendara tapi sudah nekat mendapatkan SIM lewat calo. Ini akan membahayakan dan rentan dengan hal yang tidak diinginkan dijalan.

Akhirnya hari itu pun datang. Rasa cemas dan takut gagal tentu ada. Ini adalah ujian  dan yang gagal akan tersisih. Tapi hanya ini satu-satunya pilihanku. Hari itu hari Sabtu, hari yang paling ramai di antara hari-hari yang lain. Tentu saja karena ini akhir pekan. Banyak yang mengurus SIM. Ada yang membuat baru dan ada juga yang memperpanjang SIM lama.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Aku segera mengambil antrian untuk mengikuti tes kesehatan. Disini aku cukup tenang. Aku yakin akan lulus dalam tes yang satu ini. Kebanyakan orang juga seperti itu. Tapi ini tidak cukup mudah untuk mereka yang memiliki gangguan mata tanpa menggunakan kacamata. Ada beberapa yang harus kembali pulang dan datang pekan depan karena ini.

Setelah aku mendapatkan surat keterangan sehat, aku segera menuju tempat uji tulisnya. Setelah aku menulis namaku untuk mengikuti tes ini, aku duduk di ruang tunggu bersama puluhan pendaftar lainnya. Jantungku berdegup kencang. Di dinding-dinding ruang itu banyak ditempel rambu-rambu lalu lintas beserta makna atau artinya. Bahkan ada banyak rambu yang belum perrnah aku lihat sebelumnya.

Setelah menunggu sekitar setengah jam, nama-nama gelombang berikutnya pun dipanggil, termasuk aku. Jantungku semakin kencang berdetak. Apakah ini yang dinamakan cinta? Hehe. Tentu aku hanya bercanda. Aku memasuki ruang ujian bersama para peserta yang lain. Di dalam telah ada beberapa polisi yang bertugas menyiapkan soal ujian. Mereka membaginya kepada kami setelah kami menempati meja ujian yang telah disiapkan.

Polisi lalu menjelaskan peraturan ujian tulis ini. Semua mendengarkan dengan tenang dan tak ada satu pun yang bertanya karena tidak mengerti. Ujian dimulai, mataku langsung tertuju pada soal nomor satu. Setelah selesai dengan nomor satu, lanjut ke nomor berikutnya. Namun, jika aku menemukan soal yang terlalu sulit bagiku, aku melewatinya.

Cukup lama menunggu. Akhirnya namaku dipanggil lagi dan aku dinyatakan lulus, senangnya. Polisi itu berkata, "ternyata kamu pintar", dan dengan bangga aku menjawab, "saya belajar, Pak". "Sekarang kamu bisa melanjutkan tes berikutnya," sambungnya.

Aku semakin bersemangat dan percaya diri. Aku berdoa agar dalam tes berikutnya aku langsung lulus juga. Mulus seperti tes kesehatan dan tes tulis. Aku sudah berpikir tes praktek nanti akan mudah bagiku.

Inilah tes terakhir, yaitu tes praktik. Saat pertama kali aku melihat arena itu, mataku tak berkedip sedikit pun. Ternyata sama persis dengan yang aku lihat di internet. Aku memang telah mencari tahu sebelumnya, aku membuka beberapa situs tentang ujian SIM C. Tapi aku belum mencobanya sekali pun.

Awalnya aku percaya diri dan yakin akan lulus hari itu juga. Tapi semua tidak semudah itu. Secara pandang mata rintangannya terlihat mudah, namun saat dijalani semua cukup sulit bagiku. Aku pun pulang dengan kecewa dan menyesal. Tapi aku masih memiliki kesempatan, minggu depannya aku akan kembali untuk melakukan ujian ulang.

Hari ujian mengulang pun tiba. Aku mencoba lagi dan masih gagal juga. Aku diminta untuk kembali lagi lain waktu, tapi kali ini lebih lama, dua bulan. Aku bingung, apakah selama dua bulan aku tidak boleh pergi ke mana-mana dengan mengendarai sendiri. Kenapa sesulit ini? Mengapa mereka yang mau membayar lebih mahal bisa dengan sangat mudahnya mendapatkan SIM. Tinggal duduk santai, lalu SIM itu akan datang padanya. Tidak harus mengikuti ujian ini dan itu.

Dua bulan berikutnya aku datang lagi, masih ke tempat yang sama, dengan tujuan yang sama, dan harapan yang sama. Ini adalah yang ketiga kalinya, aku harus berhasil. Namun, takdir berkata lain, untuk yang ketiga kalinya ini juga aku gagal. Untuk kesekian kalinya SIM itu masih menjadi harapan. Betapa sulitnya mendapatkan kartu kecil itu.

Beberapa hari setelah kegagalan yang ketiga ini aku mendapat sebuah masalah. Aku terkena jaringan operasi. "Selamat siang. Bisa tunjukkan surat-suratnya?" ucap polisi. "Maaf, saya hanya punya STNK, Pak. Saya masih dalam proses pengurusan SIM C." jawabku sambil menyerahkan STNK.

Polisi memintaku untuk mengikutinya ke pos polisi. Setelah kami bercakap-cakap polisi memberikan pilihan, "Anda mau sidang atau kita selesaikan di sini sekarang, Rp100.000 saja.” Hukum di Indonesia seperti ini? Kapan revolusi itu terjadi? Di mana perubahan nyata yang tidak hanya ditulis dalam slogan-slogan?

Pembuatan SIM bisa sesulit itu, tapi untuk lolos dari persidangan bisa semudah ini, apakah yang seperti ini tertulis di Undang-Undang? Kenapa rakyat dituntut untuk menaati peraturan bernegara, tapi pemerintahan ini masih belum bersih? Ayolah Indonesia, kita bangkit untuk lebih baik! Untuk seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali. Dari puncak pimpinan negara sampai rakyat jelata. (Cerita ini dikirim oleh Rizza Azizah, Malang, Jawa Timur)

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016