Badak, Kamu Jangan Punah, Ya!

Badak Sumatera dok. Google
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Halo, Namaku Cherry, umurku 10 tahun, aku kelas 5 SD. Pada 22 September lalu, Kakek mengajakku jalan-jalan. Saat itu aku pulang sekolah, tiba-tiba saja Kakek langsung menyuruhku mengganti pakaian. Ternyata bukan hanya kakek yang sudah siap untuk jalan-jalan, Abang juga sudah siap dengan sepeda motornya. Kakek memang sudah tidak berani mengendarai sepeda motor untuk pergi jauh, jalanan Jakarta sudah tidak ramah lagi katanya.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Kebetulan hari itu Abang tidak ada kegiatan kampus atau lainnya, jadilah dia tukang ojek Kakek hari itu. Mama menyerahkan tas padaku, isinya bekal makan siang kami bertiga dan beberapa perlengkapan yang mungkin aku butuhkan. Aku masih belum tahu ingin pergi ke mana. Tadi pagi, semalam, kemarin, bahkan minggu lalu pun tidak ada yang bilang bahwa hari ini kami akan jalan-jalan.

"Ma, Kakek mau kemana sih?" tanyaku sambil mengambil tas. "Tanyalah sama Kakek, dari pagi Kakek udah gak sabar nunggu kamu pulang sekolah tuh. Udah sana, cepetan ke depan. "Dek, Cepetan," Abang memanggilku. "Iya Bang, Sabar" sahutku singkat, seraya mencium tangan Mama dan berlari ke depan rumah. Abang dan Kakek sudah siap di atas sepeda motor di depan gerbang. Mama keluar dan berdiri di depan pintu.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Sebelum berangkat, aku ingin memastikan tujuan kami, aku tidak akan mau ikut jika Kakek mengajakku memancing. Membosankan! "Kek, sebenarnya kita mau kemana sih?" Kita mau ke kebun binatang Ragunan. Lah, kan kita udah ke sana Kek, pas liburan Lebaran kemarin," Hari ini spesial! Tiap tahun, sehari atau dua hari setelah hari Raya Idulfitri, keluarga kami memang rutin liburan ke Taman Margasatwa Ragunan.

Tapi, hari itu sepertinya memang spesial buat Kakek, hingga hanya dia yang tahu rencana jalan-jalan itu atau memang tidak pernah direncanakan. "Nak, kami berangkat ya" Jangan lupa masak buat makan malam. Kakek berpamitan ke Mama. "Iya, Kek. Kakek jangan terlalu kecapean. Nanti sakit lagi, Dadah mama," sambil tersenyum riang, aku lambaikan tangan ke Mama.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

"Daah, Adek-Abang, jangan ngebut-ngebut ya bawa motornya!" Mama memperingatkan Abang yang memang suka kebut-kebutan kalau naik motor. Seperti biasa, Abang tidak menjawab Mama, dia hanya mengangkat tangan dan mengacungkan jempolnya. Kami berangkat. Abang duduk di depan mengendarai sepeda motor, aku di tengah, Kakek di belakang melindungiku.

Setelah satu jam perjalanan, kami sampai di Taman Margasatwa Ragunan. Abang memarkirkan sepeda motor dan langusng membeli tike masuk. Kakek menggandeng tanganku, agar aku tidak lari-larian katanya. Kakek berjalan cukup cepat, dia melewati kandang-kandang hewan yang biasanya kami singgahi. Abang berjalan santai mengikuti sambil membawa tas bekal makan siang kami. Tiba-tiba Kakek berhenti, dia langsung menggelar koran yang sejak tadi dipegangnya, ternyata itu untuk alas duduk kami.

Di bawah teduhnya pohon, di atas tanah rerumputan, kami beristirahat. Sambil menikmati makan siang kami, aku mulai bertanya-tanya lagi tentang tujuan Kakek mengajak aku dan Abang datang ke sini. "Kok, kita langsung kesini sih, Kek? Apanya yang spesial kalau begini, gak bisa lihat semua hewan. "Itu.." jawab Kakek, sambil menunjuk ke sebuah kandang hewan yang besar. "Badak?" sahutku heran.

Hari ini, 22 september adalah Hari Badak Internasional. Seluruh dunia merayakannya. Sama seperti Lebaran, seluruh umat muslim di dunia merayakannya. Atau seperti Natal, seluruh umat kristiani di dunia merayakannya. Semua orang berkumpul dan bergembira pada hari itu. Hari ini, sama saja dengan hari raya badak. Tapi, coba kamu lihat badak itu. Kita gak tahu, badak itu bahagia atau tidak di dalam kandang. Apalagi badak-badak yang ada di hutan liar sana, kebanyakan pasti sudah mulai tidak bahagia. Hutan liar sebagai rumah badak, sudah banyak yang ditebang, bahkan dibakar.

"Dulu, waktu Kakek masih muda, lebih parah lagi, perburuan liar masih merajalela. Badak juga menjadi korban, cula dan kulitnya dijual secara ilegal. Untungnya, saat ini penegakan hukum yang efektif oleh otoritas taman nasional serta diiringi dengan patroli tim terlatih Rhino Monitoring and Protection Unit (RMPU), sudah mampu mengurangi dampak perburuan liar." Kakek menjelaskan. Aku tidak begitu paham. Tapi, Abang sepertinya tertarik, dia mendengarkan dengan serius. Kakek memang pandai bercerita. Dulu, setiap malam sebelum tidur, Kakek selalu mendongeng untukku. Hal itu bahkan sudah Kakek lakukan sejak Abang masih kecil.

Badak menjadi hewan kesukaan Kakek sejak masih muda, jika boleh dipelihara, Kakek pasti sudah memeliharanya di rumah. Kecintaan Kakek pada Badak menjadi semakin kuat ketika dia menemukan badak mati di hutan Sumatera. Saat itu Kakek masih menjadi tentara militer, dia mendapat tugas berpatroli bersama polisi hutan di Sumatera.

Kakek dan teman-temannya menangkap pemburu liar, beserta dengan badak yang sudah mati berlumuran darah karena ditembak oleh para pemburu kejam itu. Aku pun sedih sekali saat mendengarkan Kakek bercerita. "Kek, badak itu hewan asli Indonesia, ya?" Abang bertanya. "Yaa... Ada dua jenis badak yang asli Indonesia." Badak Jawa bercula satu (Rhinocerus Sondaicus) dan Badak Sumatera bercula dua (Dicerorhinus Sumatrensis).

Keduanya sama-sama terancam punah. Badak Jawa berwarna abu-abu dengan tekstur kulit tidak rata dan berbintik. Berat Badak Jawa sekitar 900-2.300 kilogram, panjangnya 2-4 meter dan tingginya 1,7 meter. Cula Badak Jawa ini kecil, yang jantan sekitar 25 cm, yang betina lebih kecil lagi, bahkan ada yang tidak memiliki cula.

Kalau Badak Sumatera, kulitnya berwarna cokelat keabu-abuan atau kemerahan, sebagian besar tubuhnya berambut dan ada kerut di sekitar matanya, serta memiliki telinga yang besar. Badak Sumatera adalah jenis badak terkecil, beratnya berkisar 600-950 kilogram, panjangnya 2-3 meter dan tingginya 1-1,5 meter.

Badak Sumatera memiliki cula depan dengan panjang 25-80 cm dan cula belakang yang lebih pendek, tidak lebih dari 10 cm. "Tadi Kakek bilang, badak di kandang itu mungkin gak bahagia, badak yang di hutan liar pun hidupnya terancam. Lalu, di mana dan bagaimana rumah yang nyaman untuk badak?" tanya Abang lagi.

Aku hanya diam dan terus mendengarkan. "Walaupun kandang badak itu dibuat menyerupai habitat badak di hutan, dan badak diberi makan tepat waktu setiap hari, tapi tetap saja kehidupan badak di habitat aslinya lebih menyenangkan. Sama saja dengan kamu dikunci di dalam kamar, meskipun kamu diberi mainan yang banyak dan makan yang enak, kamu pasti lebih senang main di luar rumah, bebas dan menjadi lebih hidup. Jika badak ingin berlindung di dalam gua, biarkan mereka menemukan guanya sendiri".

Jika badak ingin bermain lumpur, biarkan mereka menemukan rawanya sendiri. Jika badak lapar dan haus, biarkan mereka menemukan makanan dan minumannya sendiri. Tuhan sudah menyediakan semuanya untuk badak di dalam hutan. Kakek meminum teh yang kami bawa, kemudian melanjutkan penjelasannya, "Habitat asli Badak Jawa biasanya di dataran tinggi, sedangkan Badak Sumatera di dataran rendah.

Hutan alami adalah rumah terbaik untuk badak. Maka, sudah menjadi tugas kita menjaga kelestarian hutan. Jangan ada penebangan liar, jangan ada pembakaran hutan, apalagi perburuan hewan yang dilindungi seperti badak". "Terus, kalau aku mau lihat Badak Jawa dan Badak Sumatera di mana, Kek?" tanyaku penasaran. Hmm... Agak sulit ya, kalau mau melihat secara langsung. Selain karena badak-badak itu populasinya sudah sedikit, badak-badak itu juga tinggalnya di dalam hutan.

"Memangnya kamu berani masuk ke hutan?" Kakek mengusap kepalaku. Aku hanya tersenyum. Tapi, mungkin bisa saja kita melihat badak-badak itu secara langsung. Saat ini,

Kakek kemudian melanjutkan ceritanya saat menguburkan badak di hutan Sumatera waktu itu. Aku diam mendengarkan, Abang sudah asyik main handphone. Ternyata, kecintaan Kakek pada badak juga berperan dalam pemberian namaku dan Abang.

Badak, Bahasa Inggrisnya itu Rhinoceros. Abang bernama Rhino dan aku bernama Cherry, diambil dari kata "Cerosa" Katanya, Kakek sempat memaksa Mama untuk memberiku nama "Ceros". Untung saja Mama bersikeras menolak usulan itu, kalau tidak, aku pasti sudah memiliki nama yang aneh untuk seorang perempuan.

Nama "Cherry" yang terkesan lebih manis dan pas untuk perempuan diusulkan oleh Ayah, nama itu pun menjadi penengah perdebatan Kakek dan Mama waktu itu. "Kek... Jadi, kalau aku mau lihat Badak Jawa dan Badak Sumatera, aku harus ke mana?" pertanyaanku memotong cerita Kakek yang mulai melebar dan semakin tak ku mengerti, dan juga karena jawaban Kakek yang tadi belum jelas buatku. "Oh, iya... Kalau Badak Sumatera, kamu bisa ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Provinsi Lampung dan Bengkulu".

Sedangkan untuk Badak Jawa, kamu bisa ke Taman Nasional Ujung Kulon. jawab Kakek memuaskanku. "Kek! Kek!" teriak Abang sambil memegang handphonenya mengagetkanku dan Kakek. "Apa sih kamu, ngagetin aja" gerutu Kakek. "Ini, Kek, ada lomba menulis yang diadain VIVA.co.id dalam rangka memperingati Hari Badak Internasional.

Hadiahnya jalan-jalan ke Ujung Kulon. "Wah bagus itu, kamu harus ikutan. Kamu kan hobi menulis, pasti bisa menang. Kali aja bisa lihat Badak Jawa. "Bang, aku juga mau ikut kalau jalan-jalan ke Ujung Kulon" pintaku dengan iri. "Tenang, Dek... Hadiahnya ada uang tunai juga. Kalau Abang menang dan bisa pergi ke Ujung Kulon, selanjutnya Abang ajak kamu dan Kakek ke Ujung Kulon juga pakai uang itu. "Bener, Bang? Asyiiiikkk...!!!" teriakku gembira. (Cerita Ini dikirim oleh abi_ar)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya