Selamatkan Badak

Badak Jawa
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Badak merupakan satwa yang dilindungi yang keberadaannya semakin terancam. Badak tercantum sebagai satwa yang mendapat prioritas utama dalam upaya penyelamatan dari kepunahan. Melihat dari kemampuan reproduksinya, badak adalah satwa dengan perkembangbiakan yang lambat.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas, namun dengan rentan waktu yang pendek itu badak hanya dapat melahirkan satu anak dalam interval 4-5 tahun.

Badak Jawa jantan mencapai dewasa pada usia sekitar 6 tahun sedangkan yang betina pada usia 3-4 tahun dengan masa kehamilan 16-19 bulan. Sejak lahir, anak badak akan terus bersama induknya hingga berusia 6 tahun dan induk badak jarang ada yang kembali bereproduksi sebelum anaknya mencapai usia 3 tahun. 
Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Badak termasuk hewan soliter sehingga sering ditemukan hidup sendiri, namun kadang pula dapat ditemukan dalam kelompok kecil, hal inilah yang menambah sulitnya badak untuk berkembang biak.
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Badak adalah hewan herbivora dan dapat mengkonsumsi hingga 50 kg makanan setiap harinya. Menu makanan kesukaannya beragam mulai dari dedaunan, pucuk-pucuk tanaman, rerumputan maupun buah-buahan. Makanan kesukaan badak adalah kedondong hutan, selungkar, dan daun nangka namun sayangnya suplai makanan ini terbatas karena pembukaan hutan untuk pertanian maupun pemukiman. 

Spesimen langkap (Arenga) menghalangi tumbuh suburnya makanan badak, di
lain pihak persaingan memperebutkan makanan dengan satwa herbivora lainnya seperti banteng tidak luput turut mempengaruhi ketersediaan makanan badak. Badak gemar mencari makanan di malam hari, sedangkan aktivitas siangnya banyak digunakan untuk mencari air dan kubangan untuk berendam.

Badak dapat berdiam dalam kubangan selama 4-6 jam dengan tujuan untuk mendinginkan suhu badannya dan mencegah parasit. Oleh sebab itu, selain keberadaan makanan, suplai dan kondisi air menduduki nilai penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup badak. 

Badak juga memiliki penglihatan yang agak rabun sehingga indra penciuman dan pendengarannya berkembang dengan baik untuk mendeteksi lokasi apalagi ketika terancam bahaya. Badak cenderung satwa yang tenang, namun bisa menjadi agresif ketika mempertahankan atau memperebutkan kubangan. Ketika mendeteksi ancaman yang lebih besar, badak memilih untuk lari menghindar.

Tidak ada Badak Jawa yang hidup di luar habitat aslinya seperti penangkaran (ex situ). Fenomena ini meningkatkan kondisi kritis keberadaan badak mengingat jumlah keberadaannya di TN Ujung Kulon kurang dari 100 ekor. Berdasarkan kerentanannya, ancaman yang dihadapi demi mencapai kelestarian badak dapat dilihat sebagai berikut:

Pertama, ancaman dalam habitat yang mana ancaman ini berupa tanaman yang dikonsumsi badak terhalangi pertumbuhannya karena langkap dan persaingan makanan dengan satwa lain sesama herbivora. Kondisi ini dapat diminimalisir dengan mengotrol jumlah tanaman langkap dan penanaman kembali tumbuhan yang dikonsumsi oleh badak. 

Sedangkan satwa saingan jika sangat banyak dapat dilakukan dengan mengotrol jumlahnya di habitat (dikurangi). Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan polisi hutan dan keterlibatan masyarakat serta pemerintah yang tidak sedikit, namun tetap mengingat untuk menjaga kenyamanan badak. Karena badak merupakan hewan yang sensitif atau peka akan perubahan lingkungan dan kehadiran satwa lain maupun manusia maka diharapkan untuk meminimalisir tanda-tanda keberadaan manusia saat atau setelah melakukan pengontrolan di dalam hutan.

Kedua, ancaman dari masyarakat sekitar yang mana ancaman tersebut dapat berupa budaya masyarakat seperti kegiatan dan kebiasaan masyarakat, kondisi masyarakat seperti mata pencarian, penebangan dan perburuan. Badak rentan terhadap penyakit sehingga manusia dan ternak yang dikembangbiakan dengan bebas tidak boleh bersentuhan langsung dengan badak untuk mengurangi penyebaran penyakit.

Kondisi masyarakat yang miskin dapat pula mempengaruhi meningkatnya perburuan badak di mana berburu badak menjadi mata pencarian masyarakat sekitar. Oleh karena itu, masyarakat sekitar harus dapat menjadi bagian dalam pelestarian dan penyelamatan badak baik dalam bentuk polisi hutan atau sekadar menjadi pengawas hutan (menciptakan lapangan kerja). 

Selain sosialisasi dan pendidikan akan satwa yang dilindungi, apresiasi yang tinggi juga perlu diberikan pada masyarakat yang membantu kegiatan yang berhubungan dengan pelestarian satwa dilindungi khususnya badak. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat turut andil dan tanpa bantuan masyarakat maka pelestarian badak tidak akan mampu berjalan dengan baik. 

Larangan penebangan harus diperketat dan juga tidak mengubah luas habitat yang sudah ada, bahkan diperluas jika memungkinkan mengingat penebangan untuk pemukiman dan pertanian mengancam kelestarian habitat badak. 

Sedangkan untuk mencegah perburuan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
lebih lanjut dapat ditanggulangi salah satunya dengan membuat daerah penyangga. Daerah ini merupakan tapal batas yang luas antara taman nasional dengan pemukiman penduduk yang hanya boleh dilewati dengan ijin petugas, daerah ini secara tidak langsung menjadi dinding pembatas antara masyarakat dengan satwa menghuni hutan. 

Transmigrasi dapat pula diberlakukan pada masyarakat sekitar untuk mencegah merambahnya penggunaan lahan di sekitar taman nasional mengingat kemampuan beradaptasi dan bergenerasi manusia lebih tinggi.

Ketiga, hukum yang dinilai lemah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dengan ancaman penjara 5 Tahun dan denda Rp 100 Juta dinilai belum mampu memberikan efek jera pada pelaku kejahatan terhadap satwa yang dilindungi. 

Peningkatan status hukum minimal kurungan dan denda harus dapat memberatkan pelaku kejahatan dan memberikan efek jera sebab satwa langka khususnya badak ketika status berubah menjadi punah maka tidak bisa dipulihkan kembali. Pelaku kejahatan seperti perburuan, harus dapat ditebas habis dari hulu hingga kehilirnya. 

Dengan kata lain, penyedia alat berburu, pemburu, penampung hingga pembeli harus mendapat hukuman bahkan yang lebih berat karena dalam kasus ini hubungan permintaan dan penawaran akan badak harus diputus tuntas. Untuk pemburu yang melakukannya hanya untuk sekadar hobi atau bersenang-senang maka hukumannya juga perlu disertai dengan pendampingan psikologis agar mereka menjadi sadar akan akibat buruk dari hobi mereka.

Keempat, ancaman dari bencana yang mana bencana tersebut dapat berupa bencana tsunami, gunung meletus, gempa bumi, longsor ataupun bencana penyakit yang dapat mengancam badak. Badak yang hanya terkonsentrasi di satu tempat misalnya badak jawa di Ujung Kulon membahayakan sebab ketika terjadi satu bencana tidak mustahil dapat berdampak pada keseluruhan satwa khususnya badak. 

Dengan ini, mau tidak mau badak harus dapat ditranslokasikan ke habitat lain yang serupa untuk menjaga kelestariannya. Pemindahan tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih sebab badak memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap lingkungan sehingga mudah mengalami stres yang dapat berakibat pada kematian. 

Jika dimungkinkan, badak diberi pulau tersendiri yang dapat menguncinya untuk berhubungan langsung dengan manusia atau masyarakat di sekitar wilayah habitat badak sebelumnya. Walaupun memberikan pulau tersendiri ini disayangkan bila habitatnya bukanlah habitat asli tempat badak sebelumnya sempat hidup sebab sama saja dengan melakukan pengusiran dari rumahnya sendiri, atau bisakah dikatakan yang lemah yang pergi? 

Perlu dilakukan tinjauan lebih lanjut untuk melakukan translokasi diantara lain kesiapan badak, suplai seperti makanan juga air dan kondisi lokasi baru serta proses pemindahan badak itu sendiri. Apabila di tempat translokasi baru terdapat masyarakat yang telah menempati daerah tersebut, maka perlu juga dilakukan telaah apakah keberadaan masyarakat tersebut mengancam kelestarian badak atau tidak.  

Menyelamatkan badak membutuhkan kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak mulai dari masyarakat, organisasi atau lembaga pemerhati, maupun pemerintah. Ketersediaan badak di Indonesia sekarang menunjukkan bahwa badak berada dalam posisi genting.

Apa yang terjadi jika kita tidak memperhatikan mereka? Mereka akan mengucapkan selamat tinggal dan hanya menyisakan cerita pada anak cucu kita bahwa spesies badak pernah hidup di Indonesia. (Cerita ini dikirim oleh Sulastri, Baubau-Sulawesi Tenggara) 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?"

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya