Damai Dunia Kita, Damai Dunia Mereka

Badak
Sumber :

VIVA.co.id - Beberapa waktu lalu, di saluran televisi National Geographic Channel ditayangkan kisah tentang Clint, seekor bayi badak yatim piatu yang diasuh di Shamwari Game Reserve, sebuah tempat perlindungan hewan di Afrika Selatan. Ia menjadi yatim piatu setelah ibunya tewas dibunuh pemburu liar. Clint sangat kesepian dan tak mampu bersosialisasi dengan hewan lain di tempat itu, hingga pemiliknya mendatangkan Harry si domba jantan untuk menemaninya.

Clint akhirnya cocok dengan Harry setelah sebelumnya selalu menolak teman yang ditawarkan padanya. Akan tetapi, teman domba saja tak cukup, bagaimanapun mereka adalah dua spesies yang berbeda. Clint membutuhkan teman badak lain, terutama betina, karena tidak lama lagi ia pun akan mencapai usia dewasa.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Clint kemudian diperkenalkan kepada Tanner, anak badak seumuran Clint yang juga yatim piatu. Yang membuat terhenyak, ketika datang, Tenna sudah dalam keadaan tak bercula. Bagian tempat culanya tumbuh serupa tunggul kayu dengan darah kering yang masih tersisa (tidak lama kemudian Tanner juga dikabarkan mati akibat penyakit yang dideritanya).

Kisah ini mengungkapkan, betapa tidak amannya dunia badak. Baik badak dewasa maupun yang masih bayi tidak luput dari ancaman perburuan liar. Pertanyaan lantas terlontar, masih adakah tempat yang aman untuk badak? Apakah badak harus seterusnya hidup di penangkaran, di mana dia mungkin hanya dapat hidup paling lama 20 tahun, sementara di alam liar ia dapat hidup hingga 45 tahun. Namun, alam liar mana yang mampu melindungi badak hingga seusia itu?

Hewan Langka

Badak merupakan spesies yang dilindungi. Di Asia bahkan statusnya bukan lagi langka atau dilindungi, tetapi sudah critically endangered atau kritis. 5 spesies badak di dunia, yakni badak putih, badak hitam, badak bercula-satu-besar, Badak Jawa dan badak Sumatera, tengah berjuang mempertahankan spesies mereka dari kepunahan.

Tunggu, Badak Jawa dan Badak Sumatera? Ya, Indonesia memang mendapat kehormatan menjadi rumah dari 2 spesies hewan yang cantik ini, dan dunia telah sepakat untuk melindunginya. Meski namanya Badak Jawa, spesies badak ini dulu pernah tersebar di seluruh Nusantara, sepanjang Asia Tenggara, India dan Tiongkok.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Jumlah Badak Jawa dan Badak Sumatera di alam liar mungkin hanya sekitar 200-an atau kurang. Selain di Taman Nasional Ujung Kulon, Badak Jawa juga terdapat di Vietnam, tepatnya di Taman Nasional Cat Tien. Kedua tempat itulah sekarang yang menjadi benteng terakhir populasi Badak Jawa.

Konflik Bersenjata Memicu Perburuan Liar

Permintaan akan cula badak terutama di Asia amat tinggi. Cula badak dipercaya sejak lama memiliki khasiat penyembuhan, dan di Cina dan Vietnam khususnya, cula menjadi simbol status  seseorang. Ya, orang-orang kaya di negara-negara tersebut akan dengan bangga memamerkan kekayaannya dengan cula badak dan gading gajah.

Harga cula badak di pasar gelap cukup fantastis, satu kilogram cula badak dihargai 50.000 Euro. Sebagai perbandingan, sekilo emas nilainya sekitar 31.000 Euro. Bayangkan keuntungan yang didapat dari perburuan cula badak. Perburuan ini terjadi di seluruh dunia, dan yang terburuk terjadi di Afrika. Sejak tahun 2013, di Afrika Selatan saja, rata-rata 1000 badak dibunuh demi culanya.

Malang bagi badak, mereka tinggal di kantong-kantong kemiskinan yang membuatnya rentan terhadap perburuan. Bagi sebuah keluarga miskin, 50.000 Euro cukup untuk biaya makan selama berbulan-bulan. Maka, berburu cula badak tak ubahnya jalan tol untuk mendapatkan uang dengan cepat.

Salah satu penyebab merajalelanya perburuan liar di Afrika dan erat kaitannya dengan kemiskinan adalah konflik bersenjata. Kelompok-kelompok bersenjata terlibat dalam konflik politik, konflik sosial maupun konflik agama.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Sudan, Uganda, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Somalia dan Nigeria adalah negara-negara yang sering dilanda konflik. Kelompok-kelompok bersenjata membutuhkan uang untuk mendanai gerakan mereka, terutama untuk logistik dan persenjataan. Perburuan liar merupakan cara termudah untuk mendapatkannya.

Bukti-bukti menunjukkan bahwa beberapa kelompok milisi dan pemberontak di Afrika telah terlibat dalam perdagangan liar ilegal, seperti milisi Janjaweed dari Sudan yang diduga terlibat dalam penyelundupan gading. Juga milisi LRA (Lord's Resistance Army) pimpinan Joseph Kony yang diduga kuat terlibat dalam kegiatan serupa.

Rakyat Afrika terutama di daerah-daerah konflik amat tertekan dengan kehadiran kelompok-kelompok bersenjata ini. Mereka ketakutan, sebab di antara kelompok-kelompok bersenjata ini ada yang dikenal sering mendatangi desa untuk merampok. Mereka tidak segan menyakiti bahkan membunuh warga desa. Akibatnya, rakyat semakin menderita secara sosial dan ekonomi. Ini pula yang mendorong mereka melakukan perburuan liar.

Dunia Tanpa Konflik, Dunia Yang Nyaman untuk Badak

Perang dan konflik telah menyumbang secara signifikan terhadap kemunduran populasi badak. Di masa lalu, perang Vietnam telah menyudutkan populasi Badak Jawa hingga di ambang kepunahan. Di masa kini pun konflik bersenjata telah menempatkan badak pada situasi yang tak berdaya. 

Berada di tengah-tengah konflik sungguh tak aman untuk badak. Pemerintah negara yang tengah berkonflik tentu akan memusatkan perhatiannya pada upaya memadamkan konflik namun tidak pada konservasi. Oleh karena itu, perdamaian harus dicapai agar negara dan masyarakat dapat menjalankan aktivitas untuk memajukan perekonomian. Jika ekonomi maju, maka masyarakat tidak perlu memburu badak untuk mendapatkan uang. Dalam waktu yang sama, program konservasi juga dapat dijalankan.

Upaya mencapai perdamaian tentu tidak mudah. Diperlukan dukungan dan desakan dari masyarakat internasional khususnya kepada negara-negara Afrika yang tengah berkonflik agar segera menghentikan pertikaian. Jika perdamaian tidak terjadi, maka masa depan badak akan tetap suram, dan mungkin selamanya kita hanya akan melihat badak di penangkaran. (Cerita ini dikirim oleh Eti Maryati)

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?")

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya