Bumi untuk Badak

Sungai Cigenter merupakan sungai yang terdapat dalam Pulau Handeuleum, sebuah pulau kecil di gugusan Pulau Taman Nasional Ujung Kulon.
Sumber :

VIVA.co.id - Apa yang muncul di pikiran anda saat mendengar nama badak disebut? Apakah sebuah potret seekor hewan berukuran besar, berkulit tebal, berwarna coklat dengan tanduk ataukah perburuan, mitos, atau bahkan konservasi? Ya, semua hal tadi memang berkaitan dengan badak. Seekor hewan berkaki empat yang berasal dari Indonesia.

Di dunia ini terdapat lima spesies badak yang berasal dari empat tempat berbeda, dua diantaranya berada di Indonesia. Dua spesies badak yang native Indonesia yaitu Badak Jawa (Javan Rhinoceros) dan Badak Sumatera (Sumatran Rhinoceros). Tiga yang lain berasal dari Indian (Indian Rhinoceros) dan Afrika. Badak asal Afrika terdiri dari dua spesies yaitu White Rhinoceros dan Black Rhinoceros.

Badak merupakan mamalia pemakan tumbuhan atau dikenal dengan istilah herbivora. Badak memiliki ciri khas yaitu tanduk. Badak Afrika dan Badak Sumatera memiliki dua buah tanduk di kepala mereka, sedangkan Badak Jawa dan Badak Indian memiliki hanya satu tanduk saja di kepala mereka. Tanduk ini pula yang membuat badak menjadi sasaran perburuan.

Tanduk badak memiliki nilai komersial yang tinggi. Ini berkaitan, salah satunya dengan kepercayaan bahwa tanduk badak memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh manusia. Selain itu tanduk badak diburu juga karena permintaan pasar dalam bidang kerajinan ornamen. Kondisi ini sangat memrihatinkan, dan membuat lembaga dunia seperti IUCN (Interntional Union for Conservation of Nature) memasukkan badak ke dalam daftar merah mereka (IUCN Red List). 

Perburuan hewan terutama hewan dalam kategori mulai langka memang persoalan pelik. Kendati banyak organisasi peduli binatang baik di tingkat lokal maupun internasional yang dibentuk untuk mengadvokasi hal ini, kasus perburuan belum dapat sepenuhnya diberantas. Bahkan meski di beberapa negara telah memiliki undang-undang mengenai perlindungan binatang dan atau undang-undang yang mengatur tentang perburuan.

Indonesia sendiri, secara legal formal memang belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan satwa langka. Namun Indonesia memiliki undang-undang tentang konservasi, yang tertuang dalam UU Nomor 50 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang tersebut untuk saat ini dinilai relevan untuk digunakan sebagai payung hukum dalam kasus perburuan satwa langka. Meski beberapa pihak sempat menyatakan pengawasan hukumnya masih sangat lemah.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Oleh karena itu saat ini UU Nomor 50 Tahun 1990 sedang dalam proses penggodokan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera direvisi. Materi yang direvisi salah satunya adalah panjang masa hukuman bagi pelaku perburuan yang semula maksimal 5 tahun penjara menjadi minimal 5 tahun penjara.

Selain dari sisi legal formal, penanganan kasus perburuan satwa langka khususnya badak juga harus dari sisi kultural. Hal ini penting mengingat perburuan badak didasari oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya kultural. Pertama, badak diburu karena kepercayaan masyarakat tentang khasiat yang dimiliki tanduk badak untuk pengobatan tradisional. Belum ada uji klinis tentang hal ini, sehingga untuk saat ini kepercayaan tersebut hanya sebuah mitos. Kedua, tanduk badak banyak diminati sebagai bahan membuat ornamen. Hal ini yang paling membuat miris.

Maka dari itu sesungguhnya hal lain yang sangat penting selain perlindungan hukum adalah kesadaran masyarakat. Masyarakat harus diberikan pemahaman mengenai konsep medis atau penangangan penyakit secara klinis, bukan mengikuti mitos. Masyarakat juga harus dipupuk kepeduliannya terhadap satwa, apalagi yang mulai langka. Ego ingin memiliki barang hiasan yang indah yang terbuat dari tanduk badak adalah perwujudan dari ketidakpedulian terhadap satwa, terhadap sesama makhluk hidup.

Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah. Seyogyanya pemerintah, lembaga atau organisasi peduli satwa, juga anggota masyarakat, siapapun yang peduli terhadap kelestarian satwa bekerja sama dalam membangkitkan kesadaran masyarakat menyangkut kedua hal tadi di atas.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Persoalan lain yang juga penting adalah menjaga ketersediaan makanan bagi badak. Badak merupakan herbivora, dan mengingat penebangan hutan ilegal dan juga yang legal juga mulai memprihatinkan. Hal ini juga penting agar tidak terjadi satwa liar masuk ke dalam perkampungan penduduk dikarenakan hutan sebagai habitat mereka gundul, tidak mampu menyediakan makanan untuk mereka.

Menurut data dari National Geographyc  saat ini masih terdapat sekitar 11.000 badak yang masih hidup di alam liar. Dalam kasus penebangan hutan, pemerintah sudah seharusnya menjadi pihak yang paling berwenang untuk menanganinya, karena berkaitan dengan bisnis dan industri yang mana pemerintah adalah regulator dalam hal tersebut.

Usaha membangun kesadaran masyarakat serta advokasi dalam bidang hukum terkait perburuan dan penebangan hutan liar bukan sekedar untuk menyelesaikan persoalan teknis. Tujuan akhir dari dua hal tersebut adalah menciptakan ekosistem yang nyaman bagi badak. Bumi bukan hanya tempat tinggal untuk manusia saja, bukan planet dimana manusia dapat berbuat semaunya tanpa pertimbangan dan batasan. Seluruh makhluk yang berada di bumi berhak merasa nyaman tinggal di dalamnya tidak terkecuali badak.

KKN 136 UMM Adakan Penyuluhan Pemanfaatan Serbuk Kayu

Dalam ekosistem bumi, manusia berada dalam tingkatan paling tinggi dalam hirarki rantai makanan sehingga secara nature manusia memiliki power lebih dibanding makhluk hidup lain yang berada di bawahnya. Secara nurture, manusia juga menciptakan teknologi yang memungkinkan mereka beradaptasi secara lebih baik dibanding makhluk hidup lain sekaligus memungkinkan mereka untuk membantu makhluk hidup lain beradaptasi.

Jadi mengapa tidak, kita mempedulikan dan mengusahakan sebuah lingkungan yang nyaman untuk badak?. Karena badak juga makhluk hidup di planet bumi, maka tidak ada tempat yang tepat bagi mereka untuk hidup dan berkembang biak selain bumi. Mari ciptakan ekosistem bumi yang nyaman untuk badak. (Cerita ini dikirim oleh Eis Al Masitoh – Yogyakarta)

Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?"

Hadiah lomba

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Acara kali ini bertajuk “Discover the Magic on You”.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016