Surga Suaka Badak

badak jawa
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Tepat pada tanggal 22 September 2015 lalu seluruh dunia memperingati Hari Badak Dunia. Kegiatan rutin tahunan ini merupakan kegiatan untuk menstimulus kepedulian masyarakat dunia untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan melindungi kaum badak dari kepunahan, tak terkecuali di Indonesia.

Perjalanan ke Habitat Terakhir Badak Jawa

Misalnya saja di Banten, salah satu habitat badak di Indonesia, merayakan hari tersebut dengan memberikan nama kepada sembilan penerus generasi badak dari spesies Badak Jawa yang berada di Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Pada perayaan tersebut juga ditegaskan jumlah populasi badak di Indonesia. Indonesia memiliki dua spesies badak dari lima jenis spesies di dunia. Badak termasuk dalam anggota famili rhinocerotidae yaitu Rhinoceros Sondaicus (Badak Jawa) dan Dicerorhinus Sumatrensis (Badak Sumatera).

Menilik Paniis, Kampung Wisata nan Asri di Ujung Kulon

Menurut survei yang dilakukan oleh World Wildlife Fund (WWF) Indonesia tentang keberadaan badak, tahun 2015 ini populasi Badak Jawa berjumlah 60 ekor dan Badak Sumatera berjumlah 100 ekor. Jumlah badak ini dikategorikan critically endanger oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resouces).

Salah satu spesies badak di Indonesia yaitu Badak Jawa yang memiliki kulit sangat keras dan berguna sebagai salah satu pertahanan diri. Spesies jenis ini memiliki panjang sekitar kurang lebih 3 meter dan mempunyai tinggi sekitar 1,7 meter dengan berat badan dapat mencapai 2.300 kilogram.

Menelusuri Jejak Sang Megafauna Kharismatik

Sesuai dengan nama latinnya, spesies jenis ini hanya mempunyai satu buah cula yang cukup kecil dengan ukuran sekitar 20 cm. Spesies lain di Indonesia adalah Badak Sumatra yang memiliki ukuran paling kecil di antara semua spesies badak di dunia.

Spesies jenis ini adalah satu-satunya Badak Asia yang memiliki dua cula. Panjang cula depan biasanya berkisar antara 25-80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Panjang tubuh satwa dewasa berkisar antara 2-3 meter dengan tinggi 1 - 1,5 meter dan berat badan diperkirakan berkisar antara 600-950 kg.

Saat lahir hingga remaja biasanya kulit spesies badak ini ditutupi oleh rambut yang lebat berwarna coklat kemerahan. Seiring dengan bertambahnya usia, rambut yang menutupi kulit kulit kerabat badak semakin jarang dan berubah kehitaman.

A. Keadaan Habitat sebagai Surga Badak di Indonesia

Saat ini baiti jannati, rumahku surgaku. Rumah adalah tempat untuk tinggal dan bernaung terlindungi dari pengaruh lingkungan luar yang terkadang kejam. Tempat beranak pinak, bercengkrama membicarakan masa depan. Makhluk hidup memerlukan tempat yang aman untuk dirinya dan keluarganya, tak terkecuali badak-badak yang ada di Indonesia.

Badak memerlukan rumah untuk merasa aman. Karena sifatnya yang pemalu dan penyendiri, manusia akan sangat sulit untuk menjumpainya. Pola hidup mereka soliter yang hidup dalam kelompok keluarga kecil dalam suatu habitat. Pulau Sumatera menjadi salah satu rumah bagi salah satu jenis spesies Badak-badak Sumatera.

Habitat badak mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya badak sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Badak senang menjelajah dan menemukan makanan yang tumbuh di hutan misalnya saja buah, daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu.

Khususnya di hutan-hutan sekunder di mana banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Penyebaran habitat badak di Pulau Sumatera terdapat dalam kawasan hutan TN Gunung Leuser (Provinsi NAD), TN Kerinci Seblat (Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan), TN Bukit Barisan Selatan (Provinsi Bengkulu) dan TN Way Kambas (Provinsi Lampung).

Berbeda halnya dengan spesies Badak Sumatera, kerabat badak dari spesies Badak Jawa memiliki habitat terpusat di TNUK yang berada di Provinsi Banten. TNUK ditetapkan menjadi wilayah konservasi oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 26 Februari 1992 yang memiliki nilai konservasi nasional perwakilan hutan hujan tropis dataran rendah Pulau Jawa.

Kawasan ini juga sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi penting oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resouces) pada tanggal 1 Februari 1992 yang dideklarasikan oleh UNESCO sebagai Natural World Heritage Site.

TNUK merupakan habitat terakhir Badak Jawa. Salah satu pemerhati kelangsungan hidup badak adalah Dr. Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia. Ia menerangkan bahwa saat ini perlu dicarikan rumah baru bagi Badak-badak Jawa, selain di TNUK.

Langkah ini merupakan langkah mitigasi yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan populasi Badak Jawa di dunia. Ia mengemukakan alasan yang mendasari pencarian habitat kedua untuk badak adalah sebagai berikut.

a. Lokasi yang dekat Gunung Krakatau, mengakibatkan kondisi habitat Badak Jawa di TNUK sangat rentan oleh bencana alam. Jika suatu saat meletus dan menghancurkan habitat badak jawa, maka kita akan kehilangan salah satu aset keanekaragaman hayati Indonesia. Selain ancaman gunung meletus, tsunami juga menjadi ancaman kawasan ini karena terletak di pinggiran pantai.

b. Persebaran palma invasive langkap (Arenga obtusifolia) atau tumbuhan sejenis aren yang cepat berkembang biak di hutan dan disebarkan bijinya oleh musang telah menginvasi sekitar 30 persen dari luas semenanjung Ujung Kulon. Hal ini menyebabkan berkurangnya vegetasi yang menjadi makanan Badak Jawa.

Pertumbuhan pakan alami mamalia tersebut terhalangi oleh tumbuhnya tanaman sejenis palem yang menghalangi sinar matahari masuk. Invasi tanaman ini apabila dibiarkan akan mengakibatkan badak kehilangan sumber makanan dan terancam mati kelaparan apabila terus dibiarkan.

Akibat simultan apabila terus menerus terjadi akan mengakibatkan populasi Badak Jawa sedikit yang selanjutnya menyebabkan rendahnya keragaman genetis.

c. Para penduduk perkampungan tersebut pada umumnya memelihara ternak berupa kerbau dan di lepas liar untuk mencari makan. Pelepasan liar kerbau inilah yang menimbulkan potensi terjadinya penularan penyakit binantang ternak pada Badak Jawa.

Salah satu penyakit hewan yang mematikan adalah anthrax yang mudah tersebar di kalangan hewan ternak. d. Berdasarkan pengamatan terhadap ukuran, wilayah jelajah dan kondisi alam habitat, TNUK diperkirakan memiliki daya dukung bagi 50 individu Badak Jawa yang tersisa.

Pencarian rumah baru untuk Badak Jawa harus segera dilakukan sebelum spesies tersebut benar benar hilang. Lokasi yang bisa dikatakan layak untuk rumah baru Badak Jawa haruslah hutan yang rimbun dengan semak dan perdu. Selain itu, lokasi yang memiliki kemungkinan kecil terjadinya bencana alam seperti gunung meletus.

B. Surga Dunia untuk Badak

Begitulah kondisi TNUK yang menjadi rumah badak saat ini. Pemerintah telah mencanangkan rumah baru untuk badak. Rumah baru tersebut nantinya akan menjadi kawasan konservasi sebagai upaya menjaga kelestarian hidup Badak Jawa yang bertujuan melindungi dari ancaman kepunahan. Habitat yang paling badak sukai adalah hutan hujan tropis dataran rendah merupakan habitat yang paling baik, walau kadang dijumpai pada ketinggian 100 meter dpl (Napitipulu, 2000).

Spesies ini menyukai tempat-tempat yang rimbun dengan semak dan perdu yang rapat dan menghindari tempat-tempat terbuka, terutama di siang hari (Hommel, 1987). Berikut syarat yang diperlukan untuk menjadi habitat Badak Jawa: 1. Tingkat kemudahan suatu kawasan untuk didatangi satwa liar tersebut. Badak jawa tergolong binatang bertubuh berat dan mempunyai pergerakan yang lamban, sehingga sangat sulit untuk melintasi daerah yang curam.

2. Tersedianya pakan badak, berupa ujung daun mudah dari tanaman semak perdu dan buah-buahan hutan serta kulit kayu. 3. Ketersediaan air yang banyak, karena selain dipakai untuk minum badak juga memerlukai air untuk berkubang.

Beberapa kegunaan berkubang antara lain memberikan kepuasan selama beristirahat, mempertahankan agar kulit tetap basah, memberi perlindungan terhadap parasit kuli dan untuk mengatur suhu tubuh (Haryono, 1996).

Perilaku berkubang badak menjadi perilaku yang paling sering dilakukan dengan aktivitas beristirahat merupakan aktivitas dengan frekuensi sebanyak 14 kali dalam sehari dan persentasi 29,17%. Presentasi aktivitas tersebut menunjukkan aktivitas dominan yang dilakukan badak didominasi dengan berkubang, hal ini ditemukan pada individu badak jantan dewasa (Sitorus, 2011).

Kubangan badak biasanya berasal dari aliran sungai kecil atau genangan air yang banyak pada musim hujan. Kubangan badak ini biasanya tidak ditutupi oleh vegetasi yang sangat rapat dengan panjang kubangan mencapai 6-7 m, lebar mencapai 3-5 m, dan kedalaman lumpurnya mencapai 50-75; di kubangan tersebut Badak Jawa akan meminum air kubangan dan membuang air kencingnya sebelum mulai berkubang, dan setelah Badak Jawa berkubang biasanya menggosok-gosokan tubuhnya pada batang-batang pohon di sepanjang jalur dari kubangan ke wilayah jelajah selanjutnya, seperti yang disebutkan oleh Hoogerwerf (1970) dan Sadjudin (1991).

4. Pemenuhan kebutuhan akan mineral khususnya sodium yang jarang terdapat pada tumbuhan. Badak Jawa dapat memperoleh mineral tersebut dengan cara mengunjungi pandai dan daerah payau. Tumbuhan pakan yang tumbuh di daerah pesisir merupakan sumber garam mineral penting 5. Tersedianya cover yang berfungsi sebagai tempat berlindung dari panas matahari dan gangguan lain, tempat beristirahat atau berkembang biak. Secara fisik cover dapat berupa vegetasi, gua atau bentukan alam lainnya.

C. Tindakan yang Dilakukan demi Terwujudnya Surga Suaka Badak

Pada tanggal 22 September 2015 lalu juga diumumkan rumah baru bagi badak yaitu di Kawasan Cikepuh. Rencana awal ada delapan lokasi yang disurvei untuk menjadi wacana rumah baru bagi badak. Saat ini, lokasi tersebut telah mengerucut menjadi dua, yaitu di Cikeusik di Pandeglang yang dikelola Perhutani dan Cikepuh, taman margasatwa yang berada di Sukabumi.

Menurut Haryono, Kepala Balai TNUK saat ini, Kawasan Cikepuh akhirnya dipilih sebagai lokasi paling memenuhi syarat sebagai rumah baru Badak Jawa. Pada bahasan selanjutnya akan dibahas bagaimana cara menjadikan kawasan Cikepuh menjadi surga dunia bagi badak. Kawasan Cikepuh yang menjadi rumah baru bagi badak sebaiknya dikelola secara modern dan sesuai standar internasional konservasi satwa langka.

Proses relokasi badak menuju ke rumah baru harus dilakukan dengan baik. Selain itu juga pemerintah harus menggugah hati nurani dan mengajak manusia untuk perduli pada keberadaan binatang langka ini.

Sebaiknya pengelolaan habitat baru tersebut adalah sebagai berikut. 1. Sistem Zonasi Pengelolaan taman nasional sudah diatur baik berdasarkan ketentuan nasioal maupun ketentuan internasional (IUCN). Pada ketentuan tersebut diatur bahwa pengelolaan kawasan konservasi suatu taman nasional berdasarkan zonasi yang pengelolaannya disesuaikan berdasarkan fungsi sesuai dengan UU RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya.

Pembagian zonasi pada TNUK berdasarkan oleh Keputusan Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam/ PHPA No.172/Kpts/DJ-VI/1991 yang diperbaharui dengan Keputusan Dirjen PHPA No. 115/Kpts/DJ-VI/1997 sebagai berikut: a. Zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang memiliki nilai konsevasi tinggi dan peka bagi kelangsungan hidup spesies satwa liar dan terancam punah terutama Badak Jawa.

Zona ini mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya peruahan apapun oleh aktivitas manusia yang peruntukan utamanya untuk perlindungan dan pelestarian spesies langka dan terancam punah.

b. Zona rimba memiliki nilai konservasi tinggi namun tidak peka untuk kelangsungan hidup spesies-yang terancam punah maupun yang dilindungi. Zona ini dilindungi dan pengunjung boleh memasuki untuk kepentingan pariwisata alam terbatas yang dikembangkan di sepanjang pantai.

c. Zona pemanfaatan intensif yang merupakan zona yang diupayakan dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar. Zona ini terletak pada lokasi strategis yang mendukung pengembangan bagi pemanfaatan fasilitas pengelolaan.

d. Zona pemanfaatan tradisional merupakan kawasan yang oleh penduduk setempat telah lama dimanfaatkan warga setempat untuk mengambil SDA demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan non-komersil.

e. Zona rehabilitasi merupakan kawasan yang memiliki nilai konservasi penting, namun mengalami kerusakan akibat ulah manusia atau bencana alam. f. Zona penyangga merupakan wilayah berbatasan langsung dengan kawasan taman nasional. g. Zona lainnya yang diperuntukkan untuk fungsi lainnya sesuai kebutuhan.

2. Kesesuaian Habitat Komponen. Kesesuaian habitat Badak Jawa demi menjaga biodiversitas (keanekaragaman hayati) dari jenis spesies badak ditentukan oleh parameter-parameter (Hommel, 1987) seperti: a. Aksesibilitas dibuat berdasarkan kriteria mudah didatangi apabila mempunyai ketinggian 0-100 dpl, kriteria sulit didatangi apabila memiliki ketinggian antara 100-500 meter dpl dan kriteria sangat sulit apabila memiliki ketinggian lebih dari 500 meter dpl.

b. Ketersediaan tumbuhan pakan berupa daun muda yang diperoleh dari tumbuhan dengan vegetasi semak belukar c. Ketersediaan air yang ditentukan oleh adanya kriteria jumlah sumber air pada setiap luasan 25 km persegi.

3. Melakukan Pendataan Jumlah Badak secara Periodik. Metode camera trapping yang dilakukan oleh Griffith pada tahun1993 di TNUK. WWF dan mitra kerjanya membantu petugas Balai Taman Nasional memonitor badak melalui kamera trap dan analisis DNA dari sampel kotoran. Sejak pertama kali dimulai pada 2001.

Sejak Februari 2011, pengelolaan kamera dan video jebak secara penuh dilakukan oleh Balai Taman Nasional, sementara WWF memfokuskan kegiatanya pada observasi perilaku, pola makan, serta penelitian mengenai resiko dan ancaman wabah penyakit.

Observasi terhadap pola prilaku badak dapat memberikan informasi mengenai interaksi badak dengan lingkungan sekitarnya, data-data fisiologis (misalnya tingkat respirasi) yang mengindikasikan tingkat stress dan kondisi tiap individu badak. Saat ini WWF bekerja dengan Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional dan masyarakat lokal untuk mengkaji kemungkinan pembuatan habitat kedua dan translokasi badak yang telah diseleksi terlebih dahulu berdasarkan kondisi kesehatan dan fertilitas-nya.

4. Kubangan yang Modern Pengelola Rumah Baru. Untuk badak setidaknya membuatkan sejumlah kubangan sesuai dengan jumlah badak. Pembuatan kubangan juga harus memenuhi aspek-aspek seperti tertutup dan kita bisa memanfaatkan kubangan buatan sebagai sarana pembelajaran hidup badak.

Untuk mengakomodasi hal tersebut, kubangan harus memiliki suatu teknologi sensor air sehingga saat air di dalam kubangan habis setidaknya dapat langsung diisi dengan kran air otomatis yang terhubung dengan sensor yang berguna mendeteksi debit air. Aktivitas berkubang atau mandi bagi badak sangat tergantung sekali pada ketersediaan air di habitatnya, diperlukannya suatu sistem sirkulasi air untuk membuat kubangan lumpur menjadi bisa ditinggali oleh banyak badak.

Sistem tersebut nantinya bisa mendeteksi kecukupan air dalam kubangan, sehingga apabila air dalam kubangan kurang debit akan ditambah secara otomatis sesuai kebutuhan. Kubangan harus memenuhi persyaratan mulai jumlah air, PH air, sirkulasi air, dan ukuran kubangan. Memadukan teknologi dalam pembuatan kubangan dapat membantu badak lebih sehat dalam hidup dan berkembang biak sehingga angka hidup dan peningkatan populasi dapat meningkat.

5. Sosialisasi Perlindungan terhadap Badak. Untuk melindungi dari kepunahan setelah mempersiapkan rumah baru, maka hal yang harus dilakukan selanjutnya oleh pemerintah adalah menggugah hati nurani rakyat Indonesia untuk ikut dalam program pelestarian Badak Jawa. Hal tersebut harus dilakukan untuk meningkatkan keperdulian masyarakat agar bersama-sama menjaga keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia.

Tindakan yang bisa diambil adalah sebagai berikut. a. Mengadakan perlombaan dalam bentuk apapun, sehingga masyarakat mengetahui keadaan badak di Indonesia. Setelah mereka mengetahui tahap selanjutnya diharapkan masyarakat menjadi perduli untuk bersama-sama melakukan tindakan aktif dalam menjaga lingkungan hidup.

b. Melakukan kegiatan sosialisasi di media masa apapun. c. Mengadakan acara-acara untuk mensosialisasikan tentang konservasi badak, dan mengadakan kunjungan langsung untuk melihat keadaan sebenarnya dari habitat badak. d. Memberikan penghargaan bagi siapapun yang telah melakukan aksi nyata untuk melindungi populasi badak dari kepunahan.

D. Asa Dapat Mengecap Nikmat Surga Dunia

Menurut survei yang dilakukan IUCN pada populasi badak di Indonesia ditetapkan pada level critically endanger. Level ini merupakan dua level sebelum badak benar-benar punah di dunia, level setelahnya yaitu extinct in the wild dan level extinct. Status tersebut karena keberadaan populasi badak yang hanya tersisa 60 ekor untuk spesies Badak Jawa dan 100 ekor untuk spesies Badak Sumatera. I

Inisiatif dan pemikiran manusia untuk menyediakan rumah baru yang akan menjadi habitat baru bagi badak. Penentuan habitat baru badak ini dipengaruhi oleh faktor tingkat aksesibilitas, tersedianya pakan yang cukup, ketersediaan air yang cukup, ketersediaan kebutuhan akan mineral dan juga tersedianya cover untuk badak berlindung.

Kawasan Cikepuh menjadi rumah baru badak. Pengelolaan rumah baru badak ini dapat dilakukan dengan modern. Pengelolaan kawasan ini harus menggunakan sistem pembagian zonasi yang berstandar internasional. Membentuk kawasan Cikepuh menjadi habitat yang sesuai untuk badak. Ketersediaan kubangan modern dengan sistem sensor debit air yang memadai bagi badak untuk berkubang dan mendinginkan suhu tubuh.

Selain pengelolaan yang modern juga harus ditumbuhkan faktor kesadaran manusia untuk menjadikan rumah baru badak ini menjadi surga dunia bagi badak. Semoga badak masih bisa hidup sampai generasi anak-cucu kita nantinya. Semoga badak bukan hanya sekadar cerita yang kita dongengkan pada anak-cucu. Kita masyarakat Indonesia yang mencintai Indonesia dengan keberagaman flora dan faunanya.(Cerita ini dikirim oleh Nolaristi, Palmerah, Jakarta Barat)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya