Kenali Kebiasaan Badak untuk Ciptakan Kawasan Konservatif

Badak Jawa
Sumber :
  • U-Report
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
- Spesies
Rhinoceros Sondaicus
Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq
merupakan nama latin dari badak Jawa dan spesies Dicherorhinus Sumatrensis
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong
merupakan nama latin dari badak Sumatera. Kedua badak tersebut masih sering dijumpai daripada badak spesies lain, namun keduanya termasuk dalam daftar merah spesies yang sangat terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). 

Faktor yang mempengaruhi kepunahan badak bercula satu adalah perburuan badak bercula satu secara ilegal, perubahan habitat yang dilakukan pada badak juga mempengaruhi ancaman kepunahan spesies ini. Di Indonesia banyak sekali penduduk yang tidak sadar atas yang dilakukan dalam proses pembalakan liar di habitat satwa liar. 

Untuk mengembangkan kawasan yang konservatif untuk satwa liar terutama badak yang tersisa di Indonesia tidak hanya membuat peraturan perundang-undangan dan sanksi yang tidak berujung, tetapi harus mengetahui bagaimana bentuk habitat asli yang nyaman untuk badak.

Dengan memperhatikan kebiasaannya, maka terbentuklah suatu kawasan konservasi yang sesuai dengan kebutuhan badak-badak di Indonesia yang mampu menunjang proses produktivitas dan perkembangan selama hidupnya.

Kriteria habitat bagi badak sangat harus diperhatikan, mengingat semakin banyaknya kawasan hutan dilakukan illegal logging. Hal yang dilakukan dapat mengurangi jatah lahan hutan yang dapat digunakan konservasi hutan atau sebagai konservasi satwa liar terutama satwa endemik Indonesia.

Meningkatnya kebutuhan lahan bagi manusia menyebabkan ancaman besar kehilangannya habitat satwa liar terutama badak. Terutama pada hutan lindung yang pada dasarnya habitat asli spesies ini. 

Salah satu penangkaran badak di Indonesia yang terkenal di Indonesia adalah Taman Nasioal Ujung Kulon. Wilayah tersebut merupakan hutan lindung yang sangat luas. Selain itu, Taman Nasional Ujung Kulon juga kaya akan plasma nutfah di dalamnya.

Di tinjau dari ekosistem hutan yang ada di dalamnya, dapat dikatakan sebagai hutan dengan formasi cukup lengkap seperti hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan tropika dataran rendah, dan padang rumput.

Pada umumnya, rumah atau kawasan konservasi yang baik untuk satwa liar adalah cukupnya sumber makanan dalam suatu ekosistem; yang sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh satwa, pemahaman ekologi terhadap satwa, membebaskan kawasan dari illegal logging secara monitoring, adanya perlindungan kawasan konservasi oleh instansi penegak hukum, dan yang terpenting terbentuk simbiosis yang baik antar flora fauna dan terbentuknya rantai makanan yang tak terputus demi regenerasi kehidupan satwa. 

Dan hal terpenting lainnya adalah memiliki keputusan dari pihak pemerintah bahwa terdapat suatu cagar alam atau konservasi untuk satwa liar. Karena dengan adanya pengakuan akan mengurangi perburuan liar yang akan dilakukan oleh aktivitas manusia yang merugikan.

Pembangunan konservasi yang baik selalu memperhatikan keseimbangan alamnya yakni, keseimbangan yang sehat antar manusia dan lingkungannya agar tidak mengganggu pada proses perkembangbiakannya.

Beberapa faktor eksternal yang menyebabkan kepunahan selain adanya perburuan liar oleh aktivitas manusia adalah munculnya kebakaran hutan secara tiba-tiba, bencana alam yang menimpa suata kawasan konservasi. Faktor tersebut menyebabkan hilangnya atau matinya satwa yang ada pada kawasan tersebut. Kebakaran hutan memiliki dua penyebab; sengaja atau tidak sengaja. 

Tidak sengaja dapat diartikan bahwa kebakaran hutan tersebut memang alamiah terjadi dengan sendirinya. Seperti pada saat kekeringan hutan atau adanya arus pendek pada arus listrik yang terletak pada sudut-sudut daerah konservasi atau kawasan satwa liar. 

Sengaja hal ini dapat diartikan bahwa kesengajaan terjadi karena aktivitas manusia yang dengan sadar melakukan pembalakan liar pohon-pohon berkayu lalu membakar lahan tersebut dengan tujuan tertentu. Bencana alam yang terjadi juga merupakan faktor alamiah dari keadaan alam. Hal ini dapat ditinjau dari letak geografis suatu kawasan konservasi yang dapat menjadi faktor terjadinya bencana alam dan berujung kematian pada satwa.

Suatu kawasan konservasi haruslah memiliki fungsi penting demi kenyamanan satwa. Kawasan tersebut harus memiliki peran sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Penyangga kehidupan berupa satwa maupun tumbuhan yang bertujuan mengawetkan keanekaragaman jenisnya. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya perlu diperhatikan pula. 

Sedangkan kawasan yang cocok untuk spesies badak di Indonesia harus menyamakan dengan kebiasaan badak itu sendiri. Pada dasarnya badak adalah herbivora sehingga membutuhkan lingkungan yang penuh dengan tumbuhan hijau atau sumber pakan tumbuhan lain. Tumbuhan semak dan pohon-pohonan cocok ditanam pada kawasan yag akan digunakan untuk konservasi. 

Namun, merumput tidak dilakukan oleh badak kecuali untuk jenis bambu seperti Melocana bambusoides. Cukup banyak jenis tumbuhan yang bisa dimakan oleh badak meliputi jenis yang dimakan kulit, buah, batang muda, dan  bunganya. Adapun tanaman yang mengandung getah juga disukai oleh badak.

Contohnya adalah daun manan yang disukai oleh badak Sumatera yang biasanya tumbuh di tepi bukit. Daun nangka juga merupakan kesukaan badak. Bunga dari tenglan (Saraca spp) juga merupakan makanan dari badak Sumatera. Latex dari jenis tanaman rengas (Melanorhea spp) yang mempunyai pengaruh tidak baik terhadap kulit manusia dengan gejala gatal-gatal dan membengkak justru menjadi makanan oleh badak.

Badak yang masih sering dijumpai di Indonesia adalah Badak Sumatera dan Badak Jawa. Badak Sumatera adalah satu-satunya badak bercula dua di Asia yang bercula dua. Badak ini biasanya disebut hairy rhino karena memiliki rambut terbanyak daripada jenis badak lainnya. Selain itu, badak ini bertelinga besar, kulit berwarna coklat keabu-abuan dan pada bagian matanya berkerut. 

Panjang tubuh satwa ini berkisar antara 2-3 meter dan tingginya antara1-1,5 meter dengan berat badan 600-950 kg. Habitat Badak Sumatera mencangkup hutan dan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan. Namun, hewan ini menyukai vegetasi kawasan hutan yang sangat lebat. Badak hidup secara soliter. Oleh karena itu, badak hidup secara berpindah-pindah untuk mencari makan. 

Biasanya Badak Sumatera menyukai buah-buahan, dedaunan, ranting-ranting kering, dan kulit kayu. Badak Sumatera merupakan jenis badak paling kecil di antara subspesies yang lainnya.

Pengelolaan kawasan dapat dilakukan secara in-situ di habitat aslinya. Kegiatan ini diwujudkan seperti pada Rhino Protection Unit (RPU) di beberapaa kawasan taman nasional. Namun, dalam upaya lain dapat dilakukan pula konservasi secara ex-situ yang semi alami seperti conservation breeding di Suaka Rhino Sumatera di Taman Nasional Way Kambas.

Cukup banyak upaya yang dilakukan dalam usaha perlindungan satwa liar di Indonesia. Selain bentuk habitat, genetika dari satwa perlu diperhatikan untuk menghasilkan satwa baru yang mampu bertahan hidup, rentan terhadap penyakit, satwa yang dengan mudah adaptasi pada habitatnya yang berpindah. 

Badak Jawa ini memiliki tinggi dari telapak kaki hingga bahu sekitar 160–170 cm. panjang tubuh dari moncong hingga ekor sepanjang 390 cm dengan berat tubuh mencapai 1.000 kg. Pada bagian atas punggungnya terdapat lipatan kulit yang berbentuk pelana dan terdapat lipatan lain pada bagian dekat ekor serta bagian atas kaki belakang. 

Pada bagian cula berwarna abu-abu gelap atau hitam dan pada bagian yang menuju ke ekor berwarna semakin gelap. Ciri yang sangat menonjol pada badak Jawa ini adalah baju besi pada tubuhnya. Badak bercula satu cukup banyak menyebar di Pulau Jawa, namun pertumbuhan pertanian pada lahan terbuka hutan-hutan alam menjadi kesukannya dalam pencarian tanaman pakan. 

Usaha pertanian pada lahan terbuka menjadi rusak akibat sepak terjang dan penindasan yang dilakukan oleh badak. Badak-badak tersebutlah yang dituduh menjadi pelaku kerusakan pada lahan pertanian. Hal tersebut merupakan salah satu motif dari penduduk untuk melakukan perburuan dan membunuh badak tersebut. 

Alasan lain dari perburuan badak di Pulau Jawa makin meluap semenjak kabar tentang cula badak tersebut mampu menjadi ramuan jamu yang berkhasiat untuk kesehatan manusia. Sebenarnya badak-badak di pulau tersebut membutuhkan kawasan yang penuh akan kebutuhan hidupnya seperti banyaknya hijaua atau sumber paakan nabati yang dapat dimakan untuk kelangsungan hidupnya. Layaknya manusia, seekor badak membutuhkan sumber pakan untuk memenuhi metabolisme kehidupannya.

Pada ujung barat Pulau Jawa, merupakan kawasan konservasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh badak. Semanjung tersebut memiliki pengairan pada pantainya yang luas, tanah yang subur, tersedia air yang bersih, hutan-hutan lebat dengan kelembaban yang sesuai untuk kelangsungan hidup badak. 

Banyaknya tanaman yang tumbuh dalam hutan sangatlah berperan penting sebagai penyedia sumber energi. Namun, meningkatnya pertumbuhan hutan menuju hutan klimaks mungkin akan mengganggu kehidupannya, sebagaimana satwa tersebut dikenal sebagai satwa yang menyukai habitat terbuka atau hutan sekunder. 

Badak mampu berjalan menjelajahi hutan sekitar 15 km2, setiap harinya mampu berjalan sekitar hingga tujuh kilometer untuk mendapatkan pucuk-pucuk daun dan ranting-ranting muda seperti sulangkar, ficus-ficusan, kedondong, rotan, torop, dan yang lainnya. 

Badak termasuk salah satu hewan yang tidak suka menyerang hewan lainnya, baik hewan kecil maupun hewan besar. Tidak disalahkan badak bisa menyerang manusia yang dianggapnya mengganggu. Berkubang adalah salah satu behavior badak yang efektif dalam penyebaran benih. Benih tersebut di dapatkan dari feses badak. Dengan begitu dapat tumbuh secara tiba-tiba beberapa jenis tumbuhan. Begitu penting peran badak sebagai penyeimbang sistem kehidupan dalam hutan.

Saat ini pertahanan badak hanya ada pada kawasan konservasi taman nasional. Di Indonesia hanya ada tiga taman nasional di Sumatera seperti Taman Gunung Leuseur, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Way Kambas. Sedangkan di Jawa hanya ada satu yang tersisa yaitu Taman Nasional Ujung Kulon. 

Lembaga konservasi tersebut mendapat perlidungan serta dukungan dari lembaga konservasi internasional dan nasional. Namun, dalam pelaksanaannya masih belum optimal, masih memerlukan penyamaan persepsi serta tujuan dan saling percaya antar semua pihak. Selain itu, habitat pada badak harus dilakukan restorasi untuk meningkatkan stimulasi tumbuhan pakan atau tepatnya hutan-hutan yang masih muda.

Hutan yang tua dengan struktur pohon yang tinggi akan susah dimanfaatkan oleh badak untuk mencukupi kebutuhan mereka. Untuk mendapatkan lebih banyak populasi badak, juga dilakukan seleksi untuk badak yang berpotensi untuk berkembang biak dan dipindahkan ke daerah lainnya sebagai habitat kedua. Setiap bentuk habitat harus memperhatikan abilitas dari badak yang akan dipindahkan ke kawasan konservasi tersebut.

Rumah yang baik untuk badak dapat disimpulkan bahwa badak menyukai habitat atau kawasan seperti hutan hujan dataran rendah (tropical rain forest atau moss forest). Hutan teduh seperti formasi yang langkap disukai badak untuk berteduh dan berlindung dari kejaran manusia. 

Sebagian badak beraktivitas pada siang dan malam hari dengan memperhatikan daerah jelajahnya. Hal tersebut berlaku untuk badak jantan dan betina. Pada malam hari biasanya badak mendominasi untuk mencari semak belukar yang lebat dengan pepohonan yang bertangkai rendah dekat sungai dan dataran rendah pesisir.

Sedangkan pada aktivitas siang hari lebih banyak digunakan untuk bergerak mencari tempat-tempat kubangan atau sungai-sungai dangkal yang digunakan untuk berkubang. Tujuan dari berkubangnya seekor badak adalah untuk mendinginkan suhu badan dan mencegah munculnya parasit yang sering menggangu kulitnya. 

Kubangan sangat penting keberadaannya untuk berendam, bersantai, bahkan digunakan untuk tidur. Sehingga tidak heran bahwa badak akan bertempur habis-habisan pada badak lawannya atau hewan lainnya seperti babi hutan atau banteng untuk mempertahankan kubangannya dan berujung pada kematian dari salah satu pihak. 

Apabila kubangan sedang kering maka badak akan mencari sungai-sungai kecil untuk berlumpur. Badak memiliki mata yang agak rabun, sehingga peciuman dan pendengarannya digunakan untuk deteksi adanya ancaman bahaya. Sikap agresif badak muncul karena adanya manusia. 

Oleh sebab itu, suatu rumah atau kawasan yang dapat digunakan dengan layak haruslah memiliki kriteria di atas. Lembaga konservatif di Indonesia harus lebih memperhatika hal-hal kecil yang dapat memberikan kenyamanan pada badak. Karena badak termasuk hewan herbivora, maka sebaiknya kawasan yang akan digunakan untuk konservasi ditumbuhi oleh hijauan-hijauan atau dengan buah-buahan dan dan jenis dedaunan atau pepohon beranting pendek. 

Kelengkapan fasilitas yang diperlukan badak akan mencegah masuknya badak ke lingkungan pertanian yang akan merugikan kedua belah pihak. Badak akan diburu oleh manusia karena mereka menganggap bahwa badak menjadi predator di kawasan pertanian yang akan merugikan perekonomian manusia.

Sedangakan jika badak terus menerus diburu akan mengakibatkan kepunahan secara drastis. Animal walfare pada badak juga harus lebih ditingkatkan untuk menjaga keaslian sumber satwa liar di Indonesia.

Di samping itu, program Sumatra Rhino Sanuctary (SRS) yang sudah didirikan di Taman Nasional Way Kambas dapat terus disempurnakan dan direplikasikan ke kawasan konservatif lainnya. Kenali perilaku satwa dan kenali setiap apa yang dibutuhkan oleh satwa tersebut. 

Memang sangat ironis bila seandainya satwa yang sangat besar manfaatnya bagi ala mini hilang dari permukaan bumi hanya karena keterlambatan kita dalam meyelamatkannya. Kurang pedulinya manusia terhadap lingkungan yang dibutuhkan oleh satwa-satwa tersebut. Hanya memperdulikan lingkungan yang menguntungkan manusianya itu sendiri. 

Badak Indonesia yang ada di permukaan bumi ini sudah masuk dalam masa kritis sehingga membutuhkan percepatan upaya yang nyata dengan dukungan sumberdaya yang mencukupi bagi penyelamatannya.

Semakin mendalami perilaku dan mendalami sulitnya mengawinkan badak secara alam ataupun semi alam, maka semakin meyakini dan menghargai kebesaran Tuhan yang sangat tidak ternilai  dan tidak tergantikan harganya. Banyak rahasia alam yang wajib digali manfaatnya bagi keberlangsungan kehidupan manusia.

Oleh karena itu, jika ingin menyelamatkan dan memberi kenyamanan habitatnya dari kerusakan, maka segera meninggalkan faham antroposentris dan segera menerapkan etika deep ecology atau etika konservasi. Melalui cara ini diharapkan seluruh keturunan manusia di bumi mampu melihat keberlangsungan dan adanya satwa-satwa liar yang dilindungi terutama badak-badak asli Indonesia. (Cerita ini dikirim oleh Githa Nurma Aziz, Banyuwangi) 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya