Rumah Impian Rhino

Badak
Sumber :
  • Cerita Anda
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
-
"Drap, Drap Drap."
Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq
      
Begitulah langkah kakiku mengikuti Ibu, semakin lama semakin cepat menuju ke dalam hutan ini. Jauh, lebih jauh ke dalam. Siang ini kami bertemu kembali dengan manusia. Ya, begitu kata Ibuku. Bagi kami mereka itu harus diwaspadai, walaupun menurutku, ada beberapa di antara mereka yang sepertinya tidak mengganggu. Mereka hanya beberapa jaraknya di belakang kami, entah apa yang sebenarnya mereka lakukan, tapi menurutku tidak berbahaya.
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Oh, ya, omong-omong, namaku Rhino, aku adalah seekor Badak Jawa Kecil. Aku tinggal bersama ayah dan ibuku. Ayahku berusia kira-kira 12 tahun sedangkan Ibuku 11 tahun. Kami hidup berdampingan bersama kawanan badak dan juga hewan-hewan penghuni hutan yang lainnya. Usiaku baru 1 tahun, kata Ibu, setelah berusia 3 tahun aku harus bisa hidup mandiri. 

Di hutan ini aku mempunyai dua sahabat sesama badak, Cero dan Sonda. Bersama-sama kami senang sekali bermain-main di dalam hutan. Dan inilah ceritaku.

Kami tinggal di hutan yang sangat luas, dengan rumput-rumput yang besar dan semak-semak yang rimbun. Kami senang sekali bermain di sini. Kami memiliki tempat favorit, yaitu satu tempat di ujung pohon besar itu di mana datarannya lebar dan sering sekali dialiri air yang sangat banyak ketika hujan turun begitu besar, kata Ibuku itu disebut oleh manusia banjir.

Kami suka bermain di situ karena banyak menemukan lubang-lubang galian yang sangat asyik digunakan untuk berkubang di dalam lumpurnya. Ini sangat penting untuk kami, agar kami dapat menjaga suhu tubuh kami.

Selain itu lumpur juga mengandung nutrisi yang sangat penting bagi kulit kami. Kandungan lumpur dapat mencegah terserang penyakit (agar kulit kami tidak pecah-pecah) dan terhindar dari parasit serta membebaskan kami dari gigitan lalat-lalat nakal yang suka menempel di tubuh kami.

Kami hidup tenang dan damai di dalam hutan ini, bersama dengan hewan-hewan penghuninya lainnya. Ya, kata Ayah, kami tidak memiliki musuh. Mungkin karena badan kawanan kami yang berukuran cukup besar dengan kulitnya yang tebal, seperti terbuat dari baju baja, membuat kami disegani dengan kawan-kawan penghuni hutan yang lainnya. 

Lihat saja badan Ayahku, ia begitu gagah dengan sebuah culanya itu, dengan tinggi badannya yang lebih kurang 1,7 meter. Kulitnya sedikit berbulu, berwarna abu-abu dengan teksturnya yang tidak rata dan berbintik, membungkus pundak, punggung, sampai ke bagian belakang.

Kulitnya tampak memiliki pola alami sehingga terlihat seperti memiliki perisai. Kulit pembungkus lehernya tampak berukuran tidak terlalu besar membentuk seperti pelana pada pundak. Hmm, jika dewasa nanti, aku pasti segagah dan sekuat ayahku. Ibuku juga memiliki warna kulit abu-abu agak kecoklatan dan tekstur yang sama dengan Ayah. Hanya saja, Ibu tidak memiliki cula dan ukuran badannya lebih kecil.

Kami sangat tidak suka berkelahi, kecuali jika ada yang mengusik kami. Begitu juga kepada manusia, sebenarnya kami lebih suka menghindari mereka. Apabila kami merasa mereka mengganggu dan kami merasa terusik, kami tak akan ragu untuk menyerang. Badak–badak betina juga akan lebih agresif pada saat mengasuh anaknya. 

Lihat saja induk badak yang baru saja melahirkan anaknya, ia akan sangat marah jika ada yang mengganggunya dan anaknya. Beberapa dari kawanan kami juga menjadi lebih agresif pada saat musim berkembang biak tiba. Seperti itulah yang ibuku ceritakan. 

Badak jantan biasanya akan mengejar badak betina, saling beradu cula, saling mengejar, dan berkubang bersama. Kami ini juga dikenal sebagai hewan penyendiri, walaupun terkadang kami suka berkerumun dalam kelompok kecil. Biasanya ini juga terjadi pada musim berkembang biak, di mana kami akan membentuk kelompok kecil yang terdiri dari dua hingga tiga badak, jantan dan betina. Kalau keluargaku suka berkumpul dengan keluarga sahabat-sahabatku, Cero dan Sonda.

Kawanan kami sangat suka berjalan-jalan, berpindah tempat melintasi hutan hingga berjam-jam lamanya. Dengan cula yang kami miliki, sangat mudah bagi kami untuk menembus pepohonan yang lebat, keras dan berduri. Ya, kami memang sangat kuat. Dengan cara inilah kami ikut memelihara lingkungan alam di hutan ini. Ketika pohon-pohon itu roboh akan memberikan ruang tumbuh untuk tanaman-tanaman muda dapat tumbuh. 

Selain itu kami juga ikut serta dalam penyebaran biji-bijian ke seluruh penjuru hutan. Biji-bijian yang ikut termakan oleh kami akan dikeluarkan melalui feses (kotoran) yang kemudian akan berkecambah menjadi pohon-pohon baru (tunas-tunas). Melalui proses pencernaan kami, biji–biji itu akan berubah menjadi kecambah-kecambah. 

Oh,ya, sebelumnya aku sudah bercerita tentang sebuah cula yang dimiliki Ayahku, panjangnya kira-kira 25 cm. Bagian atas bibir kami tampak meruncing, ini untuk mempermudah kami mengambil daun dan ranting. Kami termasuk hewan pemakan semak dan daun, dari segala jenis semak dan pohon yang ada di hutan ini. Dari bagian tumbuhan itu kami lahap dengan sangat nikmat, mulai dari buah, batang, ranting, dan kulit pohon. Nyam, nyam, nyam.

Semua sangat menyenangkan di hutan ini bagiku, keluargaku dan sahabatku sampai semua itu kami rasa berubah akhir-akhir ini. Kehadiran makhluk-makhluk asing bernama manusia. Mereka datang dan mengusik kami. 

Kata Ibuku, dulu ada sekelompok manusia yang datang dan memburu kawanan kami. Mereka membunuh beberapa ekor badak dan mengambil culanya. Tapi itu sudah lama sekali, jauh sebelum aku lahir. 

Konon kabarnya cula kami sangat berharga untuk para manusia itu. Karena itulah kami selalu bersikap waspada apabila kami merasakan keberadaan manusia di lingkungan hutan ini. Ya, kami memang memiliki penglihatan yang kurang baik tetapi penciuman dan pendengaran kami sangat tajam.

Walaupun begitu, kata Ibu, kelompok yang ini berbeda. Mereka hanya mengamati pergerakan kami dan sepertinya tidak mengganggu. Mereka juga tidak memburu kawanan kami. Entah apa yang mereka lakukan, hanya tetap saja, pada dasarnya kami ini adalah jenis hewan penyendiri, jadi biar pun mereka tidak mengganggu, kami tidak suka dan merasa terusik dengan keberadaan manusia-manusia itu. 

Menurut Ibuku, kelompok yang ini sepertinya membuat hutan tempat tinggal kami menjadi semakin nyaman untuk ditempati. Beberapa kali bahkan mereka membantu beberapa badak yang baru saja melahirkan. Memang kadang-kadang ada beberapa dari induk badak yang tidak mau memelihara dan merawat anaknya.

Saat ini perburuan kawanan badak sudah tidak pernah terjadi lagi.
Kami pun hidup tenang dan nyaman sekali di sini. Hanya saja dengan bertambahnya jumlah kami, membuat hutan ini terasa lebih padat dan sumpek dari biasanya. Baru-baru ini, kawanan kami bertambah lagi dengan kehadiran empat ekor badak kecil. Mereka sangat lucu.

Namun, penambahan jumlah anggota kawanan kami, membuat aku sudah jarang sekali bisa bermain bebas menuju daerah aliran sungai itu, karena sudah ada keluarga badak lain, yang sudah terlebih dahulu menempatinya. Atau tak jarang juga kawanan kami harus berlomba–lomba dengan hewan lainnya yang menghuni hutan ini, seperti banteng, untuk memperoleh wilayah dan sumber makanan. 

Selain itu ada beberapa area hutan yang sudah dibabat dan dibuat menjadi areal pertanian oleh manusia, ada pula yang ditebangi untuk kemudian kayu-kayunya dijual, lagi–lagi oleh manusia. Sedih sekali rasanya melihat pohon–pohon yang dulunya tumbuh dan menghijaukan hutan ini sekarang hanya tersisa sangat sedikit. Dataran tempatku bermain kini menjadi lahan kosong yang kering dan tandus, gerah sekali berlama–lama di sana. 

Sementara itu kami juga harus bisa menjaga diri kami dari penyakit ataupun ancaman alam seperti, bencana gempa serta letusan gunung berapi. Menurut cerita Ibuku, pada zaman kakek-nenek moyangku dulu, ada letusan gunung berapi yang sangat dahsyat, diikuti dengan awan panas dan gelombang tsunami yang sangat tinggi.

Begitu dahsyatnya sehingga membuat banyak sekali kawanan badak yang tidak bisa bertahan hidup dan mati. Akibat dari letusan itu juga adalah adanya perubahan iklim, dunia sempat selama dua hari menjadi gelap akibat debu vulkanis yang menutupi langit. Matahari pun bersinar redup sampai setahun berikutnya. 

Aahh, antara sedih sekaligus takut ketika aku mendengar cerita itu. Aku berharap semoga bencana alam seperti itu jangan pernah terjadi lagi. Belum lagi kami juga menghadapi ancaman selanjutnya yaitu, dengan semakin berkurangnya sumber makanan kami maka daya tahan tubuh kami pun tentu akan semakin menurun. Bahkan ditemukan salah satu dari kawanan badak yang mati karena keracunan makanan berkadar besi tinggi. Kasihan sekali bukan? 

Aku sangat merindukan tempat bermain yang luas seperti beberapa waktu yang lalu kunikmati bersama dengan Ayah, Ibu, Cero dan Sonda. Aku bisa menghabiskan waktu seharian berjalan menjelajah hutan bersama Ibu dan Ayah. 
Pohon-pohon yang muda segar dan hijau luas tersebar di sepanjang perjalanan kami di seluruh penjuru hutan. Semak-semak dan rumput-rumput yang besar tumbuh di kiri dan kanan jalanan yang kami lalui. 

Hutan tempat kami bisa mendapat makanan dengan lebih mudah, tidak perlu terlalu jauh berjalan dan berebut dengan kawanan badak yang lain maupun hewan penghuni hutan lainnya. 

Tempat di mana aku bisa bermain-main di daerah aliran sungai dengan Cero dan Sonda dengan riang gembira tanpa perlu berebutan. Kemudian kami membuat atau mencari lubang yang besar lalu berkubang lama-lama di dalamnya.  
Tempat di mana kami dapat melepas lelah dan tidur pada rumput-rumput yang tinggi dan alang-alang di dekat sungai atau pada dataran banjir besar dan daerah basah lainnya. Tetapi apakah itu mungkin terjadi?

Ketika malam hari tiba aku bertanya kepada Ibuku, apakah masih ada yang peduli dengan keberadaan kami? Ibuku hanya diam, tersenyum, dan menenangkanku agar segera menutup mataku. Yang aku tahu saat ini, selama aku tetap bersama Ibu, itu adalah tempat teraman bagiku. Ibu akan selalu menjaga, melindungi, dan memberi yang terbaik sampai pada waktunya aku tumbuh besar dan hidup mandiri.

Malam pun kian larut, langit gelap itu menjadi terlihat sangat indah dihiasi sinar Sang Rembulan dan kilauan bintang-bintang. Sayup terdengar suara hewan-hewan malam sahut–sahutan. 

Ibuku sudah tertidur dengan sangat nyenyak, ada segaris senyuman di wajahnya, sepertinya sedang bermimpi indah. Ayahku juga sudah tertidur pulas, pasti ia sangat lelah karena memimpin perjalanan kami yang cukup jauh hari ini, apalagi tadi kami sempat sedikit beradu dengan seekor banteng yang juga sedang mencari wilayah untuk kawanannya.

Sekelompok kunang-kunang beterbangan kian kemari mendekat, menyempatkan memberi sapaan hangatnya kepadaku, kemudian terbang menjauh menembus gelapnya malam.

Ahh, damai sekali suasana seperti ini. Kurekam kembali keinginan-keinginanku akan rumah impianku; hutan yang luas dengan pepohonan, semak-semak, rerumputan yang hijau, dan sungai-sungai yang airnya mengalir deras, dengan dataran basahnya, di mana aku bisa kembali bermain, mencari atau membuat lubang-lubang kemudian berkubang di dalamnya, dengan bebas dan gembira. 

Hoaaaam, aku mulai mengantuk. Dalam damainya suasana malam ini, sebelum kupejamkan mata ini, kupanjatkan doa dengan lirih: 

“Wahai Sang Pencipta semesta raya Yang Maha Kuasa,
Segala Puji dan Hormat hanyalah BagiMU karena KuasaMU yang sungguh sempurna.
Dengan segala kerendahan hati,
Ijinkan ku memanjatkan doa.
Memohon hanya padaMU.
Kiranya mimpiku akan rumah yang baru,
Tempat di mana lebih banyak pepohonan dan dataran yang sangat luas itu
akan dapat terwujud. 
Demi kelangsungan hidup kami dan demi hari esok yang lebih baik.
Aamiin.”

Perasaan tenang dan hangat pun kembali menyelimuti hatiku. Kemudian segera saja aku terlelap dalam tidur yang nyenyak dan mimpi yang sangat indah.

Mari kita wujudkan mimpi Rhino dan kawanan badak yang lainnya dengan ikut serta menjaga lingkungan dan meningkatkan kepedulian terhadap satwa, khususnya satwa–satwa yang terancam punah. Salam Lestari! (Cerita ini dikirim oleh Annette Francine Sahelangi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?"

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya