Ketika Nasib Badak di Ujung Cula

setetes harapan sang badak
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Indonesia merupakan negara yang sangat ideal bagi kehidupan flora fauna yang ada, tak terkecuali untuk badak. Berdasarkan data Yayasan Badak Indonesia, sekitar 60 juta tahun yang lalu, tercatat sekitar 30 jenis badak yang hidup di bumi telah mengalami kepunahan.

Peranan Uang dalam Hidup

Saat ini, hanya tersisa lima jenis badak yang masih hidup di dunia. Tiga jenis badak di antaranya berada di Asia, yakni Badak Sumatera (Sumatran Rhino) bercula dua atau Dicerorhinus Sumatrensis (Fischer, 1814), Badak Jawa (Javan Rhino) bercula satu atau Rhinocerus Sondaicus (Desmarest, 1822), dan Badak India (Indian Rhino) bercula satu atau Rhinocerus Unicornis (Linnaeus, 1758).

Badak Sumatera merupakan satu spesies badak langka yang ada di dunia. Badak Sumatera adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak Sumatera juga dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut).

Pengumuman Pemenang "Cerita Anda Bagi-bagi Hadiah"

Jumlahnya kini diperkirakan tak lebih dari 200 ekor. Populasinya terus terancam karena perburuan, kerusakan lingkungan hutan, ditambah lagi proses reproduksinya yang terbilang lambat.

Berdasarkan Analisa Viabilitas Populasi dan Habitat (PHVA) Badak Sumatera pada 1993, populasi badak Sumatera di Sumatera berkisar antara 215-319 ekor atau turun sekitar 50 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sebelumnya, populasi Badak Sumatera di Pulau Sumatera berkisar antar 400-700 ekor.

Integritas yang Tinggi sebagai Harga Mati

Sebagian besar terdapat di wilayah Gunung Kerinci Seblat (250-500 ekor), Gunung Leuser (130-250 ekor), dan Bukit Barisan Selatan (25-60 ekor). Sebagian yang lainnya tidak diketahui jumlahnya, terdapat di wilayah Gunung Patah, Gunung Abong-Abong, Lesten-Lokop, Torgamba dan Berbak.

Di Kalimantan, satu kelompok populasi tersebar di wilayah Serawak, Sabah dan wilayah tengah Kalimantan. Di Malaysia, jumlah populasi badak Sumatera diperkirakan berkisar antara 67-109 ekor. Menurut IUCN/SSC-African and Asian Rhino Specialist Group Maret 2001, jumlah populasi badak Sumatera berkisar kurang lebih 300 ekor dan tersebar di Sumatera dan Borneo, yaitu Malaya/Sumatera Sumatran Rhino (250 ekor), dan Borneo Sumatran Rhino (50 ekor).

Badak Jawa atau badak bercula-satu kecil (Rhinoceros Sondaicus) adalah anggota famili Rhinocerotidae dan satu dari lima badak yang masih ada. Badak ini masuk ke genus yang sama dengan Badak India. Dengan hanya sekitar 50 ekor individu di alam liar, spesies ini diklasifikasikan sebagai sangat terancam (critically endangered) dalam Daftar Merah IUCN.

Ujung Kulon menjadi satu-satunya habitat yang tersisa bagi badak Jawa. Populasi badak Jawa di Vietnam telah dinyatakan punah. Foose, Thomas J. and van Strien, Nico (1997), Asian Rhinos: Status Survey and Conservation Action Plan., IUCN, Gland, Switzerland, and Cambridge, UK,ISBN 2-8317-0336-0.

Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis) merupakan salah satu spesies badak yang dipunyai Indonesia selain Badak Jawa (Rhinocerus Sondaicus). Badak Sumatera (Sumatran rhino) juga merupakan spesies badak terkecil di dunia merupakan satu dari 5 spesies badak yang masih mampu bertahan dari kepunahan selain Badak Jawa.

Badak India, Badak Hitam Afrika, dan Badak Putih Afrika. Badak Sumatera seperti saudara dekatnya, Badak Jawa, semakin langka dan terancam kepunahan. Diperkirakan populasi badak bercula dua ini tidak mencapai 200 ekor. Wajar jika IUCN Redlist kemudian memasukkan Badak Sumatera dalam daftar status konservasi critically endangered (kritis; CE).

Morfologi Badak

Badak Jawa bercirikan tinggi dari telapak kaki hingga bahu berkisar antara 168-175 cm. Panjang tubuh dari ujung moncong hingga ekor 392 cm dan panjang bagian kepala 70 cm. Berat tubuhnya dapat mencapai 1.280 g. Tubuhnya tidak berambut kecuali di bagian telinga dan ekornya. Tubuhnya dibungkus kulit yang tebalnya antara 25-30 mm. Kulit luarnya mempunyai corak yang mozaik.

Lipatan kulit di bawah leher hingga bagian atas berbatasan dengan bahu. Di atas punggungnya juga terdapat lipatan kulit yang berbentuk sadel (pelana) dan ada lipatan lain di dekat ekor serta bagian atas kaki belakang. 

Badak betina tidak mempunyai cula, ukuran cula dapat mencapai 27 cm. Warna cula abu-abu gelap atau hitam, warnanya semakin tua semakin gelap, pada pangkalnya lebih gelap dari pada ujungnya.

Badak Sumatera bercirikan: 1. Badak Sumatera merupakan badak terkecil dan jenis yang paling primitif dari kelima jenis badak yang masih hidup di dunia. 2. Tubuhnya ditumbuhi rambut yang berukuran pendek dan jarang, sehingga sering disebut fosil hidup atau badak primitif. 3. Tinggi badak Sumatera diukur dari telapak kaki sampai bahu antara 120-135 cm, panjang dari mulut sampai pangkal ekor antara 240-270 cm. 4. Berat tubuhnya dapat mencapai 909 kg. 5. Tubuhnya gemuk dan agak bulat, kulitnya licin dan berambut jarang, menarik perhatian dengan adanya dua lipatan kulit yang besar.

Ciri lainnya: 6. Lipatan pertama melingkari pada paha di antara kaki depan, dan lipatan kedua di atas abdomen dan bagian lateral. 7. Di atas tubuhnya tidak ada lipatan, jadi lipatan kulit tampak nyata dekat kaki belakang dan lipatan bagian depan dekat kedua culanya. 8. Cula bagian depan (anterior) di atas ujung dari moncongnya jauh lebih besar dari cula bagian belakang (pasterior). Cula belakang terletak di atas matanya dan sering kali hanya merupakan gumpalan yang tidak lebih besar ukurannya dari cula depan.

Badak merupakan binatang yang sifatnya tenang terkecuali saat mereka berkembang biak dan di saat seekor inang mengasuh anaknya. Terkadang mereka dapat berkerumun membentuk grup kecil di area mencari mineral dan kubangan lumpur. Berkubang di lumpur yaitu karakter umum seluruh badak utk melindungi suhu tubuh dan menolong menghindar penyakit dan parasit.

Badak Jawa tak menggali kubangan lumpurnya sendiri dan lebih senang memakai kubangan binatang yang lain atau lubang yang nampak dengan cara alami, yang dapat memakai culanya untuk jadi besar. Area mencari mineral juga amat mutlak di karenakan nutrisi untuk badak diterima dari garam.

Wilayah badak jantan lebih besar dibanding betina dengan besar lokasi jantan 12-20 km² dan lokasi betina yang diperkirakan 3-14 km². Badak jantan menandai lokasi mereka dengan cara menumpukan kotoran dan percikan urin. Goresan yang di buat dengan kaki di tanah dan gulungan pohon muda juga dipakai untuk berkomunikasi.

Beberapa spesies badak yang lain mempunyai rutinitas khas buang air besar pada tumpukan kotoran badak besar dan lantas menggoreskan kaki belakangnya pada kotoran.

Badak Sumatera dan Jawa saat buang air besar dengan cara ditumpuk. Adaptasi karakter ini diketahui dengan cara ekologi di hutan hujan Jawa dan Sumatera, metode ini mungkin juga berguna untuk menyebar bau. Makanan Badak Jawa dan Sumatera merupakan hewan herbivora dan makan berbagai macam spesies tanaman, yang berupa tunas, ranting, dedaunan muda dan buah yang jatuh.

Umumnya tumbuhan yang disukai oleh spesies ini tumbuh di tempat yang terkena cahaya matahari, Badak Jawa dan Sumatera dapat mengk\onsumsi sekitar 150 (seratus lima puluh) jenis tanaman, namun variasi menu makanan sehari-harinya tergantung ketersediaan jenis tanaman yang ada di lokasi-lokasi tempat mencari makan walaupun badak dapat mengkonsumsi dedaunan, pucuk-pucuk tanaman, rerumputan dan buah-buahan, dia lebih menyukai daun-daun muda.

Buah-buahan yang dimakan oleh badak antara lain kemlandingan (petai cina), pepaya dan pisang: pada pembukaan hutan, semak-semak dan jenis vegetasi yang lain tanpa pohon besar. Badak menjatuhkan pohon muda untuk meraih makanannya dan mengambilnya dengan bibir atasnya.

Badak Jawa merupakan badak pemakan yang sangat bisa beradaptasi dari seluruh spesies badak. Badak diperkirakan makan 50 kg makanan /hari. Layaknya badak Sumatera, spesies badak ini membutuhkan garam untuk makanannya. Area melacak mineral umum tak ada di Ujung Kulon, namun Badak Jawa tampak minum air laut untuk nutrisi sama yang diperlukan.

Populasi dan Habitat Badak Jawa

Badak Jawa dapat hidup selama 30-45 tahun di alam bebas. Badak ini hidup di hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah, dan daerah daratan banjir besar. Badak Jawa kebanyakan bersifat tenang, kecuali untuk masa kenal-mengenal dan membesarkan anak walaupun suatu kelompok kadang-kadang dapat berkumpul di dekat kubangan dan tempat mendapatkan mineral.

Badak dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak Jawa biasanya menghindari manusia, tetapi akan menyerang manusia jika merasa diganggu. Deskripsi mengenai habitat asli badak Jawa sulit ditemukan, bahkan dalam literatur-literatur tua hanya disebutkan bahwa habitat Badak Jawa adalah hutan tanpa deskripsi lebih jauh.

Dalam kenyataannya, Badak Jawa tersebar di wilayah-wilayah dengan hutan selalu hijau dengan curah hujan tinggi dan bulan hujan sepanjang tahun. Hanya satu literatur yang menyebutkan bahwa habitat Badak Jawa adalah "padang rumput tinggi" (high grass jungle) (Thorn dalam Sody, 1959). Badak Jawa lebih beradaptasi di lingkungan dataran rendah ketimbang daerah pegunungan, khususnya apabila mereka hidup simpatrik dengan Badak Sumatera (Dicerrorhinus Sumatrensis) yang lebih beradaptasi dengan lingkungan pegunungan (Groves, 1967).

Bila hanya Badak Jawa yang ditemukan di suatu wilayah, misalnya Pulau Jawa, mereka juga menempati habitat pegunungan (Sody, 1959 ; Groves, 1967) . Pada tahun 1839, Junghun bertemu dengan dua ekor badak Jawa di puncak Gunung Pangrango (Van Steenis, 1972).

Pada saat ini, semenanjung Ujung Kulon (39.200 ha) merupakan satu-satunya habitat bagi populasi Badak Jawa yang "viable" di dunia. Secara umum vegetasi di Semenanjung Ujung Kulon dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : manusia dan letusan Gunung Krakatau (1883); hutan primer yang tersisa hanya ditemukan di Gunung Payung dan sebagian kecil puncak Telanca (Amman, 1985; Hommel, 1987), sedangkan sisanya merupakan vegetasi sekunder. Secara lebih spesifik, habitat Badak Jawa meliputi seluruh komponen lingkungan yang mempengaruhinya dan secara fungsional memberikan pakan, air dan perlindungan.

Badak Jawa cenderung menyukai daerah berlereng hingga agak curam (Rahmat et al. 2008). Tempat ini dipilih sebagai tempat untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya baik makan, minum, dan berkubang.

Berdasarkan hasil intersect antara titik-titik perjumpaan (presence points) Badak Jawa dan peta kelerengan yang diklasifikasikan menjadi 5 kelas diperoleh sebaran Badak Jawa menurut kelas lereng. Sebagian besar titik perjumpaan Badak Jawa ditemukan pada kelas lereng datar (52,81%), landai (31,02%), agak curam (12,36%).

Badak Jawa di TNUK akan mendatangi pantai atau sumber air payau untuk memenuhi kebutuhan akan garam mineral. Dengan demikian ada kecenderungan Badak Jawa menyukai tipe habitat yang berdekatan dengan pantai (Rahmat et al. 2008), jarak dari rumpang, jarak dari kubangan, dan jarak dari pantai. Peubah slope merupakan aspek topografi yang sangat penting dan menjadi prasyarat bagi keberadaan Badak Jawa pada suatu habitat tertentu.

Jarak dari rumpang berkaitan dengan ketersediaan sumber hijauan pakan Badak Jawa. Jarak dari kubangan berkaitan dengan ketersediaan air bagi kebutuhan Badak Jawa, yaitu untuk minum, mandi, dan berkubang. Jarak dari pantai berkaitan dengan ketersediaan garam mineral yang sangat dibutuhkan oleh Badak Jawa.

Habitat Badak Sumatera mencakup hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini sangat menyukai hutan dengan vegetasi yang sangat lebat. Badak Sumatera adalah penjelajah dan pemakan buah (khususnya mangga liar dan buah fikus), daun-daunan, ranting-ranting kecil dan kulit kayu.

Mereka lebih menyukai dataran rendah, khususnya di hutan-hutan sekunder di mana banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah. Badak Sumatera hidup di alam dalam kelompok kecil dan umumnya menyendiri (soliter).

Populasi dan habitat Badak Sumatera. Habitat bagi Badak Sumatera adalah daerah tepi laut hingga pegunungan yang cukup tinggi.

Dengan kondisi tempat tersebut tersedia air, tempat berteduh, dan makanan yang cukup. Makanannya sendiri adalah daun dan ranting yang rendah. Uniknya badak asli Sumatera ini juga gemar memakan rotan, palem, dan batang tanaman jahe. Apabila cuaca di tempatnya cenderung cerah, Badak Sumatera biasanya memilih turun ke dataran yang lebih rendah, demi menemukan tempat yang lebih kering.

Tiap hari Badak Sumatera dapat menempuh jarak jalan sejauh 12 km dalam waktu 20 jam, baik itu di malam ataupun siang hari. Tidak hanya di Pulau Sumatera dan dalam negeri saja, Badak Sumatera sudah bisa ditemui di beberapa kebun binatang Internasional. Seperti Kebun Binatang Copenhagen, Hamburg, London, dan Kalkuta.

Pengiriman tujuh ekor badak khas Sumatera juga pernah dilakukan, dari Pulau Sumatera menuju Amerika Serikat. Sayangnya, pada tahun 1997 hanya tertinggal 3 ekor saja yang tersebar di Kebun Bintang Bronx (seekor betina), Kebun Binatang Los Angeles (seekor betina), dan Kebun Binatang Cincinati (seekor pejantan).

Melihat kondisi tersebut akhirnya diputuskan bahwa ketiganya dikumpulkan di Kebun Binatang Cincinati. Sedangkan di Indonesia, fauna khas Sumatera ini dilindungi di beberapa Taman Nasional di Pulau Sumatera, seperti di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Di Taman Nasional ini, populasi Badak Sumatera diperkirakan hanya tinggal 60 sampai 80 ekor saja. Jumlah tersebut merupakan populasi terbanyak ke-2 di dunia.

Selain itu, hewan unik ini juga kerap ditemui di pedalaman hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Gunung Leuser, dan Taman Nasional Way Kambas yang juga berada di Sumatera. Anacaman Badak Jawa dan Badak Sumatera walaupun sama sama tidak memiliki predator bukan berarti keberadaan mereka terlepas dari ancaman.

Ancaman terbesar yang dihadapi oleh seluruh spesies badak yang masih ada tidak lain adalah kerusakan ekosistem tempat mereka tinggal dan perburuan liar. Baik karena alih fungsi lahan ataupun cuaca buruk, tiap tahun ekosistem badak terus rusak.

Keadaan inilah yang sesungguhnya mengakibatkan populasi badak terus menurun. Kerusakaan ekosistem menyebabkan badak sulit berkembang biak. Belum lagi efek dari perburuan liar yang terus mengancam kelestarian badak, karena harga kulit dan cula badak yang berharga sangat mahal di pasar gelap.

Semoga beberapa kelahiran badak di beberapa taman nasional memberikan kita harapan agar populasi badak terus meningkat dan terhindar dari kepunahan. (Cerita ini dikirim oleh Naufanmhmd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya