Badak itu Temanku

Badak betina menyusuri belantara Sumatera (Photo by Cyril Ruosso)
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Fadly namanya, bocah berumur 14 tahun itu menelusuri hutan sambil mengokang senapan, berkali-kali ia jatuh ke kubangan tempat badak biasa berendam. Ia teringat akan perkataan ayahnya bahwa kubangan ini penting untuk badak karena berendam bisa mengurangi risiko badak terkena penyakit kulit (baca parasit).

Peranan Uang dalam Hidup

Ia dan ayah memang biasa pergi ke hutan mencari madu, ia sangat suka main di hutan, menelusuri berbagai jenis jejak binatang dan memata-matainya. Pernah satu kali ia bertemu Badak Sumatera (Dicerorchinus Sumateranensis), tapi tidak ada yang percaya. Badak Sumatera sekarang jumlahnya tidak sampai 100 ekor, para peneliti saja kesulitan menemukannya, sementara kamu masih terlalu kecil, kamu bisa apa, cibir orang-orang.

Ia tidak peduli, dia tidak butuh pengakuan, bermain di hutan sudah cukup menyenangkan. Namun, sayangnya kali ini ia pergi ke hutan dengan alasan berbeda yaitu berburu. Ini kali pertama ia berburu, ia terpaksa melakukan ini karena ayahnya sudah satu minggu sakit keras. Ia dan keluarganya sangat membutuhkan uang dan orang bilang cula badak mahal harganya.

Pengumuman Pemenang "Cerita Anda Bagi-bagi Hadiah"

Walau ia tahu badak dilindungi tapi di sinilah ia sekarang, di hutan primer dataran rendah yang ditumbuhi berbagai macam tanaman kesukaan badak. Ini tempat yang cocok untuk rumah badak, pikirnya. Sesekali ia behenti mengelap keringat, matahari membakar kulit, sudah lama hujan tidak turun juga. Orang-orang bilang bumi marah karena manusia bertindak semena-mena pada alam.

Mereka bilang ini terjadi karena klimet cen (baca climate change) apa pula itu, dia sebenarnya tidak paham, kadang dia berharap orang-orang pintar itu bicara dengan bahasa yang dapat dia mengerti. Tepat tengah hari bocah itu sangat lelah dan bermaksud berhenti untuk istiharat sebentar.

Integritas yang Tinggi sebagai Harga Mati

Ia buka bungkusan nasi yang ia bawa dari rumah, hanya nasi dan garam. Sambil mengunyah matanya terus mencari tanda-tanda keberadaan badak. Walaupun hutan ini tampak sangat asri, tapi sebenarnya secara keseluruhan hutan di dareah ini tampak lebih kecil dari yang terakhir kali diingatnya, ada jalan yang baru dibangun lagi jauh di utara sana kalau dia tidak salah dengar, rumah badak sekarang jadi semakin kecil.

Sebenarnya hal itu membuatnya sedih, tapi kalau jalan tidak dibangun, tidak ada makanan masuk ke kampung, akses ke rumah sakit akan sangat sulit juga. Ah, apa pedulinya, masalah dia sekarang hanya kondisi ayahnya yang sekarat maka ia terus mencari, di arah selatan, ada hutan primer dataran tinggi terbentang, kabut menutupi sebagian pepohonan.

Tempat itu juga sesuai bagi badak tapi karena cuaca sedang dingin badak lebih suka pergi ke dataran rendah. Di barat ada savanna terhampar, mungkinkah mereka sedang merumput di sana? Tapi ayahnya bilang badak di Indonesia kurang suka makan rumput savanna. Paling mungkin mereka sedang menjilati garam (baca: mineral) dari sumber mata air panas di rawa.

Akhirnya bocah itu memutuskan untuk berjalan ke arah rawa dan benar saja tak lama ia melihat beberapa badak betina di timur, di dekat rawa. Ia berjalan mendekat, tapi badak tersebut kabur seperti sadar akan kehadirannya, badak memang terkenal hewan yang sensitif, pantas para orang pintar itu sulit menemukannya.

Namun, bocah itu tak kunjung menyerah, maka ia terus melangkah ke dalam rawa. Di sanalah ia menemukan seekor badak betina terkena jebak sementara anaknya merengek di dekatnya. Badak itu lemah, bisa dibunuh dengan mudah. Namun, tangisan sang anak membuat hatinya terenyuh. Jika ia bunuh ibunya, anak ini akan sendirian apa mungkin dia bisa bertahan.

Ia kemudian teringat akan ayahnya yang juga sekarat, bagaimanapun juga ia harus mendapatkan cula badak. Rengekan sang anak semakin keras begitu sang bocah mendekat dan membidik senapannya, ibu badak berusaha bangkit melindungi anaknya walau sekarat, matanya berair.

Batinnya kembali berontak, jika ia bunuh ibu badak ini, sang anak pasti akan sangat sedih ia paham akan rasa sedihnya karena ia mengalami hal yang sama. Setelah lama berpikir, akhirnya ia berputar arah berlari mencari pertolongan. Bocah itu sadar, tempat ini memang sesuai bagi badak tapi dengan pemburu sepertinya berkeliaran, jelas tempat ini jauh dari sempurna.

Ia terus berlari, ia takut ibu badak terlanjur mati. Saat sampai di tempat orang pintar ia segera mengoceh tiada henti. Hanya sedikit yang ia ingat setelah itu, sekumpulan orang menginterogasinya dan beberapa pria berseragam segera berlari ke hutan, sang anak diminta mengantarkan. Setelah semua urusannya selesai, anak itu bermaksud pamit, tapi langkahnya dihentikan oleh seorang bapak yang rambutnya sudah putih semua.

Hatinya berdebar, dia lupa bahwa ia masih memegang senapan. Bapak itu bertanya, darimana ia tahu keberadaan badak tersebut. Bocah itu menggeleng bingung dan berkata, "Aku hanya tahu ia di sana, mereka temanku sedari kecil."

Bapak itu tersenyum dan berkata, "Itu namanya intuisi, kami butuh orang seperti kamu sebanyak mungkin, tanda tangan dikertas ini dan kamu akan jadi bagian dari kami," jawa bapak itu sambil menyodorkan kertas berisi tulisan dengan judul tulisan "kontrak kerja". Bocah itu bingung, tapi dia langsung tersenyum dan meraih kertas itu saat sang bapak berkata, "Tanda tanganlah, dan ayahmu akan kami rawat sampai beliau sembuh". (Cerita ini dikirim oleh Shafia Zahra)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya