Donasi agar Guyonan "Muka Badak" Tetap Bertahan

Badak Jawa (sumber WWF Indonesia)
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - "Muka badak! Demikian guyonan yang kerap kami lakukan sejak kecil. Kalimat itu merujuk pada penampilan seseorang yang super pede (percaya diri), juga bisa berarti orang itu tidak tahu malu. Ya, untuk guyonan sehari-hari antar teman, kalimat kiasan itu terkesan wajar dan kami tidak perlu tersinggung disamakan dengan badak. Sayangnya, hingga kini saya belum pernah sekalipun melihat wujud asli dari binatang bercula tersebut. Termasuk ketika mengunjungi Kebun Binatang Ragunan dan Taman Safari yang sama sekali tiada badak. Alhasil, hingga lebih dari seperempat abad usia saya, paling banter saya hanya bisa menyaksikannya di televisi, media online, dan cetak.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Tentu, itu jadi ironis mengingat badak, terutama Badak Jawa merupakan salah satu hewan langka khas Indonesia yang dilindungi. Saking langkanya, saat ini menurut

Berdasarkan fakta tersebut, sudah pasti membuat saya miris. Sebab, saya tidak bisa membayangkan jika suatu saat, anak dan cucu saya tidak bisa lagi melakukan guyonan "muka badak" karena mamalia tersebut telah punah. Untuk itu, sebagai bagian dari generasi saat ini, tentu saya tidak akan membiarkan kepunahan badak. Agar, hewan herbivora itu bisa tetap bertahan terus seiring perkembangan zaman.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Bagaimana caranya? sebagai orang awam, tentu saya tidak bisa tiba-tiba mencari ke Ujung Kulon untuk dikembangbiakkan di rumah. Sebab, badak berbeda dengan kambing, sapi, atau kerbau, yang memang hewan ternak dan boleh dipelihara. Sementara, badak merupakan hewan yang sulit beradaptasi. Apalagi, sebagai binatang yang dilindungi, tidak boleh ada yang memelihara badak.

Solusinya, dengan mencoba untuk memberi ide, saran, atau pendapat. Kebetulan, pada 22 September lalu diperingati sebagai Hari Badak Internasional. Sebagai warga dunia, khususnya masyarakat Indonesia, tentu saya wajib berpartisipasi untuk melestarikan badak agar tidak punah. Salah satunya dengan memberdayakan relawan yang terdiri dari masyarakat sekitar TNUK beserta beberapa komunitas pencinta badak, dan kalangan blogger. Nanti, mereka akan bahu-membahu menjaga habitat badak dari incaran pemburu. Maklum, di luaran badak memang jadi incaran kaum berduit. Konon, cula badak memiliki khasiat untuk obat. Padahal, itu hanya mitos yang belum bisa dibuktikan secara medis.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Terlebih, meski itu benar cula badak untuk obat seperti kanker hingga menambah vitalitas. Tapi, alangkah baiknya mereka tidak memburu binatang tersebut. Toh, di dunia ini tersedia banyak obat tanpa harus membunuh badak yang populasinya sudah menipis.

Alternatifnya, memindahkan seluruh populasi badak ke tempat yang masih jarang dihuni. Misalnya, ke pulau Kalimantan yang lima kali lipat lebih luas dibanding Jawa, namun memiliki jumlah penduduk yang masih sedikit. Dengan letak geografisnya tanpa adanya gunung berapi, Kalimantan jadi tujuan yang layak dipertimbangkan. Itu karena di Jawa lebih rentan terjadi bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, hingga tsunami. Khususnya, di TNUK yang lokasinya di provinsi Banten yang bersebelahan dengan Gunung Krakatau.

Selain itu, di beberapa lokasi di provinsi Jawa Barat, jadi solusi berikutnya. Misalnya, Taman Nasional Gunung Halimun, Bogor, yang tempatnya lumayan luas. Kebetulan, saat kecil, saya tinggal tidak jauh dari kaki gunung Halimun. Selanjutnya yang familiar bagi saya seperti Suaka Margasatwa Cikepuh (Sukabumi) dan Cagar Alam Leuweung Sancang (Garut). Hanya, dibanding TNUK, ketiga lokasi tersebut lebih rentan bersinggungan dengan penduduk sekitar. Itu karena tempatnya bersebelahan hingga berpotensi terkena penyakit dari kerbau milik masyarakat untuk membajak sawah yang biasa dilepas ke alam liar.

Jadi, tinggal bagaimana pemerintah dan WWF Indonesia yang menentukan rumah kedua bagi Badak Jawa agar populasinya tidak menyusut. Sementara, saya bisa turut berpartisipasi dari kejauhan. Caranya, dengan memberi donasi bertajuk "Nature Guardian" yang diselenggarakan WWF Indonesia. Yaitu, kita cukup menyisihkan sebagian keuangan kita di situs beralamat www.supporterwwf.org/program/6/nature-guardian.html. Nominalnya, mulai dari Rp 50.000 hingga 50 juta rupiah:

1. Rp 50.000 per bulan yang yang bisa digunakan untuk membeli satu jas hujan dan sarung tangan bagi pekerja lapangan.


2. Rp 200.000 untuk membantu aktivitas WWF melakukan penyadartahuan kepada masyarakat mengenai pentingnya konservasi badak.

3. Rp 250.000 per bulan dapat membeli satu set perlengkapan Ranger yang terdiri dari seragam, sepatu boot, jas hujan, topi, tas, matras, peralatan tidur, dan tenda.

4. Rp 2.000.000 untuk membeli kamera trap.

5. Rp 5.000.000 untuk membeli satu buah telepon satelit yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi para ranger di wilayah kerja.

5. Rp 50.000.000 untuk membeli dua sepeda motor dan helm yang membantu ranger melakukan monitoring area konservasi di Sumatera.

Nah, dengan donasi tersebut, kita bisa turut serta membantu meningkatkan populasi Badak Jawa di alam liar. Agar, ketika generasi selanjutnya melakukan guyonan "muka badak", hewan itu memang masih ada di Indonesia. (Cerita ini dikirim oleh: Choirul Huda - Jakarta Barat)

(Cerita ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya