Rumah yang Nyaman, Hak Asasi Badak yang Harus Dikembalikan

Badak Sumatera, sumber: wwf.or.id
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Coba kita bayangkan, saat kita sedang bersantai di rumah, tiba-tiba segerombolan tamu tak diundang datang. Mereka melakukan hal-hal yang menjengkelkan, buah-buahan segar, stok daging dan sayuran untuk makan seminggu yang kita simpan di kulkas ludes dimakan.

Edu House Rayakan Harlah ke-8

Sofa untuk duduk rusak, bantal-bantalnya robek, bulu-bulunya berhamburan. Air di bak kamar mandi yang selalu bersih kini kotor, puluhan mainan plastik melayang di permukaannya. Kita lihat ke taman, oh tidak! Bunga-bunga yang kita tanam tercabut dari tempatnya. Apa yang kita rasakan, kesal? Pastinya, ingin marah? Pastinya. Merasa tamu-tamu itu tak menghargai kita sebagai tuan rumah? Jawabannya, ya.

Sampai tamu-tamu tak diundang itu pulang dan kita bisa membereskan rumah, saat itu kita baru bisa merasa lega kembali dan nyaman tinggal di rumah sendiri.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Badak-badak itu si pemilik rumah, bersama hewan-hewan hutan lainnya. Secara alami alam menyediakan stok makanan yang cukup untuk mereka semua, buah-buahan yang ranum matang dari pohonnya siap dilahap badak saat malam hari.

Pucuk-pucuk daun yang hijau yang akan tumbuh lagi jika si badak memakannya. Kubangan lumpur yang bersih jauh dari polutan menjadi tempat si badak bersantai, berjam-jam berendam lumpur yang bermanfaat untuk menyesuaikan suhu tubuh dan menghilangkan parasit-parasit bandel yang menempeli tubuhnya.

Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Pohon-pohon tumbuh subur, membentuk kanopi, tempat yang nyaman bagi badak karena mereka tidak senang dengan lokasi yang terbuka. Tamu tak diundang itu, segerombol manusia tak bertanggung jawab. Keseimbangan alam diganggu demi kepentingan mereka.

Pohon-pohon ditebang serampangan, buah-buahan tak lagi tumbuh sebaik dahulu, lokasi jelajah badak-badak yang dulu bisa mencapai 30 km kini menjadi sangat terbatas. Sungai-sungai dicemari, kini kubangan tempat mereka berendam menjadi kotor atau bahkan mengering karena banyak manusia yang menebang hutan di hulu.

Kalau dulu lawan sang badak adalah hewan yang mengganggu teritori berendamnya kini mereka harus berhadapan dengan senapan yang mematikan.

Cula dan tubuh mereka menjadi incaran untuk diperjualbelikan. Alhasil, kini jumlah badak menjadi amat sedikit, Badak Jawa kemungkinan jumlahnya tak lebih dari 60 ekor, dan Badak Sumatera jumlahnya tak lebih dari 100 ekor. Sedikitnya jumlah badak saat ini menimbulkan ancaman genetik. Jumlah populasi yang kecil mengakibatkan keanekaragaman genetik menurun, alhasil kemampuan badak-badak menghadapi penyakit dan bencana alam menjadi melemah.

Populasi kecil lebih rentan pada sejumlah efek genetik yang merugikan, misalnya penurunan keragaman karena efek inbreeding serta terfiksasinya beberapa alela tertentu dalam populasi sehingga hewan tersebut menjadi monomorf dan mengalami penurunan kemampuan berevolusi atau adaptasinya pada lingkungan yang berubah.

Selain berkurangnya populasi, faktor lain adalah terjadinya fragmentasi suatu habitat yang akan mendorong putusnya aliran gen (gen flow) dan meningkatnya genetic drift dan inbreeding (kawin silang dalam) antar populasi.

Barangkali tanpa sadar kita pun turut menyumbang peran atas menurunnya populasi mereka. Pola hidup yang tanpa sadar ikut mempersempit ruang gerak badak-badak. Bumi yang kita buat memanas akibat efek rumah kaca membuat rumah-rumah badak (hutan) terbakar.

Pola pakai alat yang berasal dari pohon seperti kertas dan tisue yang boros, membuat kebutuhan akan alat tersebut meningkat, dan semakin banyak pohon ditebang. Sampah-sampah yang tak dikelola dengan baik, dan masih banyak lagi. Kalau sudah begini, terbayangkah oleh kita bagaimana posisi badak? Mereka tak lagi nyaman tinggal di rumah sendiri. Mereka terancam tak berdaya meski tubuh mereka tampak gagah karena memiliki lipatan kulit seperti perisai.

Kita mengenal dua jenis badak yang hidup di Indonesia dari lima jenis yang ada di dunia, kedua-duanya terancam punah akibat ulah manusia. Kedua badak tersebut terancam punah. Pertama Badak Jawa yang memiliki nama ilmiah Rhinoceros Sondaicus, yang memiliki satu cula dengan panjang mencapai 25 cm, memiliki bibir atas lengkung-mengait kebawah, kulit berwarna abu-abu dan tidak berambut. Berat tubuh dapat mencapai 2.300 kg dengan panjang tubuh 2 meter.

Kedua Badak Sumatera yang memiliki nama ilmiah Dicerrhinus Sumatrensis, yang membedakannya dengan Badak Jawa ialah Badak Sumatera memiliki dua cula dan kulitnya yang berambut. Waktu bayi seluruh kulit badannya ditutupi rambut yang lebat (gondrong) dan semakin jarang seiring dengan bertambahnya usia, rambutnya akan menjadi tumbuh lebat bila hidup dan berada di daerah yang dingin, sedangkan di daerah yang panas menjadi pendek. Berat badan Badak Sumatera dapat mencapai 900 kg.

Berbagai upaya efektif untuk menyelamatkan badak harus terus dilakukan, ironis rasanya jika badak harus punah dari muka bumi hanya karena kita terlambat melakukan penyelamatan. Terlambat mengobati luka yang manusia sendiri penyebabnya.

Salah satunya ialah dengan menyediakan rumah yang nyaman bagi badak-badak ini. Saat ini, rumah yang tersisa bagi mereka adalah kawasan konservasi taman nasional. Tiga Taman Nasional di Sumatera yang masih berperan penting mendukung kehidupan Badak Sumatera yaitu Taman Nasional Gunung Leuseur, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Way Kambas.

Sedangkan, Badak Jawa hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon. Rumah yang nyaman bagi badak, pertanyaannya kini rumah yang seperti apa. Bagi kita sebagai manusia, rumah yang nyaman adalah rumah yang di dalamnya kita bisa mendapatkan hak-hak secara bebas tanpa diganggu oleh orang lain.

Rasanya, begitu pula dengan badak. Rumah yang nyaman bagi badak ialah tempat mereka bisa melakukan kegiatan sehari-hari tanpa diganggu oleh manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Rumah yang nyaman ialah hutan tanpa pemburu, hingga badak-badak tak perlu cemas saat berjalan mencari makanan.

Rumah yang nyaman ialah saat badak beristirahat ditemani senandung orkestra alam yang dilantunkan suara gemericik air, kicau burung, suara kepik sayap kumbang, dan harum bau lumpur. Bukan teriakan senapan, dan bau obat bius.

Rumah yang nyaman ialah tempat mereka bisa membesarkan anak-anak mereka tanpa khawatir suatu saat perangkap pemburu menahan gerak tubuh mereka. Rumah yang nyaman bagi badak ialah hutan yang rindang, dengan produksi makanan yang mencukupi, bukan hutan yang gundul dengan sedikit dedaunan yang bisa dimakan.

Kita dan badak sama-sama memiliki hak atas sumber daya alam, karena badak tak pernah mengganggu manusia, maka sepatutnya manusia tak mengganggu badak. Namun kondisinya kini, sekelompok manusia yang serakah itu telah merenggut hak badak atas rumah mereka sendiri. Maka meski kita tak melakukannya, kita punya kewajiban mengembalikan hak-hak mereka. Karena kita manusia yang dianugerahi jiwa yang dapat berlaku adil dan dianugerahi rasa kepedulian. Karena kita satu-satunya makhluk yang dapat berpikir cerdas, dan melakukan upaya perbaikan terhadap alam.

Menata kembali perilaku manusia, menghentikan ulah pemburu dan bencana antropologis harus terus diupayakan. Menjaga hutan-hutan tempat tinggal badak, mempertahankan kondisi alaminya, memperbaiki hutan yang rusak dengan metode dan tahap yang tak mengganggu keaslian dan keseimbangan ekosistemnya. Memperbaiki saluran-saluran air yang mengalir ketempat mereka tinggal. Lalu mempertahankan alam yang sudah baik.

Langkah-langkah itu penting agar rumah yang nyaman sebagai hak asasi badak dapat kembali mereka rasakan. Lalu mereka akan beranak pinak, semakin tahun semakin banyak. Saat itu, kita punya upaya lanjutan. Mengembalikan luas distribusi mereka tinggal. Tak selalu berarti menempatkan mereka di rumah kedua, sejatinya mereka kembali ke rumah-rumah mereka yang dulu. Rumah Badak Jawa dulu tak hanya di Ujung Kulon, mereka pernah tinggal di Sumatera terbentang dari Aceh hingga Lampung. Di Pulau Jawa, Badak Jawa pernah tersebar luas di seluruh Jawa.

Pada tahun 1833 masih ditemukan di Wonosobo, 1834 di Nusakambangan, 1866 di Telaga Warna, 1867 di Gunung Slamet, 1870 di Tangkuban Perahu, 1880 di sekitar Gunung Gede Pangrango, 1881 di Gunung Papandayan, 1897 di Gunung Ceremai dan pada tahun 1912 masih dijumpai di sekitar daerah Karawang. Tahun 1934 seekor Badak Jawa jantan ditembak di Karangnunggal, Tasikmalaya itu artinya di Tasikmalaya pun mereka punya rumah.

Begitu pula dengan Badak Sumatera. Pada kehidupan awalnya, Badak Sumatera memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, yaitu meliputi Kalimantan, Sumatera, Semenanjung Malaysia, Burma, Kamboja sampai dengan Vietnam.

Namun, akibat perburuan yang berlangsung terus menerus sejak masa lalu hingga sekarang, maka penyebaran di habitat alamnya menjadi terbatas di pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia saja, kini ada sedikit angin segar, telah ditemukannya kembali badak bercula dua di tanah Borneo Kalimantan, padahal sebelumnya badak bercula dua telah diduga punah di Kalimantan.

Jika kita tak bisa membantu membangun kembali rumah yang nyaman untuk badak secara langsung. Kita bisa melakukannya di rumah-rumah kita sendiri. Karena sekecil apapun upaya akan membantu badak walaupun secara tidak langsung. Kita bisa melakukan upaya mengurangi pemanasan global, yang menyebabkan tingkat kebakaran hutan jauh lebih tinggi dari jumlah alaminya.

Kita mulai dengan mengurangi emisi karbon, banyak menggunakan kendaraan umum, tidak menggunakan sepeda motor jika jarak yang akan ditempuh cukup dengan jalan kakai atau bersepeda. Kita mulai dari pola pengguanaan barang-barang yang lebih pro lingkungan. Lebih lanjut lagi, kita bisa mengajak orang lain juga melakukannya.

Kita mulai dengan mengkampanyekan pelestarian badak di media sosial yang kita punya. Kita update kabar-kabar terbaru tentang badak. Kita mulai dengan mendongeng kisah badak kepada anak-anak agar mereka belajar peduli dan lain sebagainya. Jika suatu waktu kita punya rezeki berupa materi yang lebih kita bisa ikut menyumbangkan uang kepada pelaksana program-program pelestarian badak. Jika hal-hal ini dilakukan oleh banyak orang tentu percepatan mengembalikan rumah yang nyaman sebagai hak badak bisa dengan mudah dilakukan.

Bagaimana format alami rumah yang nyaman bagi badak, mengutip tulisan Djuri Sudarsono, habitat Badak Jawa atau badak bercula satu adalah hutan hujan dataran rendah dan rawa-rawa beberapa dijumpai pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Badak Jawa terdapat di daerah barat Pulau Jawa tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon.

Tempat-tempat yang rimbun dengan semak dan perdu yang rapat serta menghindari tempat-tempat yang terbuka, terutama pada siang hari. Hutan teduh dan rapat, seperti halnya formasi langkap disukai badak untuk bernaung dan berlindung dari kejaran manusia.

Badak Jawa dapat mengkonsumsi sekitar 150 (seratus lima puluh) jenis tanaman, namun variasi menu makanan sehari-harinya tergantung ketersediaan jenis tanaman yang ada dilokasi-lokasi tempat mencari makan, Walaupun badak ini dapat mengkonsumsi dedaunan, pucuk-pucuk tanaman, rerumputan dan buah-buahan, dia lebih menyukai daun-daun muda.

Buah-buahan yang dimakan oleh Badak Jawa antara lain Kemlandingan (petai cina), pepaya dan pisang. Karena kesukaan dalam memakan tumbuhan banyak orang yang menggolongkan badak kepada jenis binatang pemamah biak. Pendapat ini sebenarnya salah, badak memang termasuk binatang herbivora, namun bukan termasuk binatang pemamah biak.

Ciri yang mudah untuk membedakannya adalah dari kukunya yaitu binatang pemamah biak berkuku genap, sedangkan badak seperti kuda berkuku ganjil.

Dari 151 jenis makanan yang dikonsumsi Badak Jawa, 16 jenis di antaranya merupakan makanan kesukaan Banteng (Bos sondaicus). Kembali mengutip tulisan Djuri Sudarsono Habitat (tempat hidup) Badak Sumatera adalah pada daerah tergenang diatas permukaan laut sampai daerah pegunungan yang tinggi (dapat juga mencapai ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut).

Tempat hidup yang penting bagi dirinya adalah cukup makanan, air, tempat berteduh dan lebih menyukai hutan lebat. Pada cuaca yang cerah sering turun ke daerah dataran rendah, untuk mencari tempat yang kering. Pada cuaca panas ditemukan berada di hutan-hutan di atas bukit dekat air terjun. Senang makan di daerah hutan sekunder.

Habitat Badak Sumatera di Gunung Leuser, terbatas pada hutan-hutan primer pada ketinggian antara 1000-2000 meter diatas permukaan laut. Badak Sumatera merupakan satwa liar yang senang berjalan.

Dalam satu harinya, badak ini dapat menempuh perjalanan sejauh 12 km dalam waktu 20 jam. Separuh jarak tersebut dilakukan pada malam hari untuk mencari makan, sedangkan aktifitas di siang hari lebih ditujukan untuk mencari atau menuju ketempat berkubang atau berendam di sungai-sungai kecil atau rawa-rawa dangkal.

Badak Sumatera dewasa dengan berat 800 kg, mengkonsumsi rata-rata 50 (lima puluh) kilogram dedaunan dan pepucukan tanaman yang berasal dari pohon-pohon muda, ranting dan cabang pohon yang rendah atau dari semak belukar yang lebat. Jenis badak ini kadang-kadang memakan batang dari tanaman jahe, rotan dan palem. Untuk memperoleh makanan sebanyak tersebut diatas, seekor Badak Sumatera memerlukan area hutan dan semak belukar seluas 5 sampai 6 hektar.

Cukuplah manusia-manusia serakah itu yang merusak rumah alami badak. Cukuplah zaman di mana manusia merampas hak badak. Kini sudah zamannya kita peduli, kini sudah waktunya kita memperbaiki alam, rumah yang kita tinggali. Hidup bersahabat dan selaras dengan alam sebagai tanda syukur kepada Tuhan.

Badak adalah kawan kita yang Tuhan ciptakan untuk sama-sama menempati rumah yang nyaman bernama bumi. Rumah yang nyaman adalah impian semua orang, begitupun dengan badak. Mari kita sama-sama berkontribusi ikut membantu mengembalikan rumah yang nyaman sebagai hak badak dengan apapun yang bisa kita lakukan, tidak perlu kita lihat kecilnya upaya yang baru bisa kita lakukan, jika kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan berkelanjutan pastilah akan berdampak.

Jika setiap orang melakukan perbaikan lingkungan dengan hal kecil yang bisa ia lakukan, bayangkan jika tujuh miliar orang di dunia melakukannya secara bersamaan, tentu dampaknya akan signifikan. Namun, perlu waktu untuk menyadarkan setiap orang bahwa kita harus bijak terhadap alam, dan kita bisa berkontribusi untuk mengedukasi masyarakat. (Cerita ini dikirim oleh Dzamaru)

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Cerita Anda dengan tema "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman Untuk Badak?" Info lebih jelas klik http://ceritaanda.viva.co.id/news/read/673610-ayo-ikuti-lomba-menulis-cerita-anda)

(Punya cerita atau peristiwa ringan, unik, dan menarik di sekitar Anda? Kirim Cerita Anda melalui email ke ceritaanda@viva.co.id atau submit langsung di http://ceritaanda.viva.co.id/kirim_cerita/post)

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya