Pak Menteri, Tolong Review Kurikulum Sekolah Dasar

Ilustrasi buku pelajaran.
Sumber :

VIVA.co.id - Sebuah petisi dibuat didasari atas keprihatinan dengan sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan dasar saat ini dan ingin memulai suatu perubahan.

Berikut konten dari petisinya:

"Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan: "Kurikulum SD Merupakan Kekerasan Terhadap Anak: Perlunya Review dan Rombak Sistem Pendidikan"

Saya adalah ibu dengan 2 anak, yang tertua berusia 9 tahun dan duduk di kelas 4 SD. Sekembalinya dari hidup di Jepang, kami pulang ke tanah air dan memasukkan anak ke sekolah dengan kurikulum nasional. Pada tahun 2013 saat anak saya masih kelas 2 SD saya terkejut dengan banyaknya materi sekolah yang fokusnya pada hafalan, bukan pembentukan karakter seperti yang didengung-dengungkan selama ini.

Di Jepang, anak SD baru akan mendapatkan ulangan/tes/ujian betulan setelah dia duduk di kelas 4. Kalau pun ada ulangan hanya berupa tes kecil untuk melihat sejauh mana anak memahami materi pelajaran. Tidak ada istilah anak tidak naik kelas saat SD. Di Indonesia, ulangan harian sudah ada sejak kelas 1 SD. Di Jepang, pelajaran murid SD pun fokusnya pada mata pelajaran pengembangan moral, olah raga, kesenian, musik (selain matematika, ilmu alam, dan bahasa).

Libur Lebaran Kasus Flu Singapura Meningkat, Kemenkes Minta Lakukan Ini untuk Pencegahan

Sedangkan di Indonesia, pelajaran yang menjadi ‘area of concern’ bagi kita
adalah pelajaran hapalan seperti PKN. Puluhan tahun yang lalu pelajaran PKN adalah pelajaran yang fokusnya pada moral and character building, meskipun berupa teori-teori saja. Tapi itu masih mending dibandingkan pelajaran PKN masa kini.

Di kelas 4 SD, anak-anak sekarang diwajibkan untuk MENGHAFALKAN Sistem Pemerintahan Desa dan Kelurahan (tentang lembaga penyelenggara pemerintah desa, struktur organisasi, keuangan desa, dsb); Sistem Pemerintahan Kecamatan (lembaga pemerintahan, kewenangan, perangkat, struktur kecamatan, instansi di tingkat kecamatan, dsb); Sistem Pemerintahan Kota dan Kabupaten, Provinsi, Pusat, dan seterusnya.

Parahnya, materi PKN kelas 4 yang lebih pantas disebut pelajaran ketatanegaraan itu, HARUS DIHAPALKAN persis seperti di text book.
Kalau anak-anak sudah hapal, lalu apa manfaatnya untuk anak usia 8-9 tahun??

Di Jepang, pendidikan karakter dilakukan dengan praktek. Di sana, anak-anak SD diajarkan bagaimana mencintai dan memelihara lingkungan, tidak dengan MENGHAPAL dari text book, namun dengan mempraktekkan. Misalnya dengan seringnya anak-anak SD melakukan excursion atau piknik ke perkebunan, belajar cara menanam tanaman dan tugas merawat bunga sebagai PR. Dari situ mereka tumbuh rasa cinta lingkungan.

Di Belanda pun sama, anak-anak SD masih banyak bermain daripada dibebani dengan pelajaran-pelajaran hapalan. Di Australia, ketika saya mengikuti pertukaran pelajar selama 1 tahun saat kelas 2 SMA, saya melihat pelajaran matematika mereka ketinggalan 1 semester dibandingkan pelajaran di sekolah Indonesia. Tapi apakah berarti dengan ‘ketinggalan’ itu membuat mereka lebih bodoh daripada kita? Tentu tidak.

Kurikulum sekarang sepertinya ‘dimajukan’ waktunya, dalam artian; beberapa materi pelajaran yang seharusnya diberikan saat SMP, sudah diberikan saat SD. Pelajaran yang seharusnya diberikan saat SMA, diberikan saat SMP. Tapi anak-anak memiliki "brain capacity" yang seharusnya tidak di-overload dengan materi hapalan yang belum perlu.

Belum lagi pelajaran lain seperti IPA kelas 4 SD yang sudah masuk ke ranah
hapalan Anatomi tubuh manusia, termasuk kewajiban menghapal anatomi mata, anatomi rangka, tulang, syaraf, dan sebagainya.

Kewajiban anak-anak SD untuk menghapal materi-materi pelajaran yang masih belum perlu itu merupakan suatu tindak KEKERASAN TERHADAP ANAK. Makanya tidak heran kalau kini makin marak kejadian pembunuhan dan perkosaan yang dilakukan oleh anak-anak SD dan SMP.

Desta Unggah Foto Lebaran Bareng Natasha Rizky, Warganet Dibuat Salfok Sama Ini

Selain karena faktor kurangnya monitoring dari orang tua dan penetrasi teknologi yang memungkinkan akses video-video kekerasan dan pornografi, namun ada kemungkinan anak-anak juga merasa STRESS dengan beban pelajaran sekolah, yang terasa tak berjiwa (soulless), sehingga menyebabkan anak-anak itu terkikis empati dan kepeduliannya
terhadap orang lain maupun lingkungan sekitarnya.

Saya menuntut, sebagai seorang ibu yang adalah WNI, untuk pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan, untuk me-review dan merombak kurikulum dan sistem sekolah/pendidikan dasar, serta mengembalikan fungsi SD untuk pembentukan fondasi moral anak. Mohon Bapak
Menteri, Bapak dan Ibu staf Kemendikbud membaca dan me-review buku-buku pelajaran SD sekarang ini. Apakah perlu kita menjejalkan materi-materi bacaan itu ke otak anak, ketimbang mengenalkan mereka pada moral kehidupan yang sesungguhnya?

Saya yakin Kemendikbud memiliki staf yang mumpuni dan bisa melakukan review serta implementasi kurikulum baru berdasarkan replikasi dari ‘best practices’ sistem pendidikan di luar negeri yang sudah terbukti berhasil mencetak generasi yang bermoral. Yang bisa dijadikan contoh seperti Finlandia, Jepang, Belanda, dan lain-lain.

Tidak ada maksud kami untuk membanding-bandingkan dalam konteks negatif, namun maksud kami agar pembandingan itu bisa dijadikan masukan konstruktif. Jangan jadikan anak-anak kita korban atas kelalaian pemerintah dalam menyusun materi kurikulum. Kalau perlu, libatkan orang tua murid untuk memberikan “360 degrees feedback” atas kurikulum yang sedang atau akan dijalankan." (Cerita ini dikirim oleh Aretha Aprilia)

Detik-detik Anak Bacok Ibu Kandung Pakai Pisau Daging di Cengkareng
Ilustrasi main game online.

Orangtua Diingatkan Awasi Anak ketika Main Game Online

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengajak para orangtua mengawasi anak ketika bermain game online dengan memerhatikan rating.

img_title
VIVA.co.id
11 April 2024